Prof Dr Komaruddin Hidayat
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
SATU dampak positif dari salat adalah seseorang selalu diingatkan dan terikat pada poros Ilahi.
Bayangkan saja, ibarat sebuah pesawat terbang yang menjelajahi ruang angkasa, pilotnya mesti taat pada garis orbitnya agar tidak nyasar dan kehilangan arah.
Begitupun dalam hidup ini, dari bangun pagi sampai malam hendak tidur, kita bertemu dengan berbagai macam orang dan situasi serta godaan yang potensial menjauhkan diri kita dari kebenaran.
Maka idealnya, dengan salat seseorang kembali ke poros yang benar dan berkonsultasi pada Allah menyampaikan laporan rasa syukur dan mohon kekuatan serta bimbingan.
Lewat salat diharapkan terjaga keseimbangan hidup untuk meraih kebaikan jasmani maupun ruhani.
Dengan menjaga salat yang benar seseorang diharapkan peka dan setia pada rambu-rambu kehidupan yang telah diajarkan para Rasul Tuhan, ibarat pengembara yang selalu memperhatikan lampu lalu lintas serta arah jalan.
Melalui salat seorang hamba berkomunikasi langsung dengan Tuhan tanpa perantara untuk menyampaikan semua sanjungan, syukur maupun keluh kesahnya.
Baca: Mutiara Ramadan: Pilihan Beragama
Salat juga sebuah pengakuan penghambaan manusia di hadapan Tuhannya, pengakuan kelemahan dan tidak keberdayaannya manusia dihadapan-Nya.
Inna sholati wannusyuki wamahyaya wamamati lillah. Bahwa salatku dan totalitas hidupku aku persembahkan hanya pada Allah.
Salat juga mengajarkan kesabaran, kekhusyukan, dan fokus atau istiqomah.
Kalau saja pesan salat bisa kita terapkan dalam pekerjaan dan aktivitas sehari-hari, tentu hasil kinerjanya akan optimal dan berkualitas.
Berbeda dari perintah puasa, zakat, dan haji, perintah salat wajib dilaksanakan setiap hari minimal sebanyak lima waktu.
Belum lagi berbagai anjuran salat sunnat seperti halnya tarawih di bulan Ramadan.
Beberapa teman non-muslim sering berkomentar, menjadi orang muslim itu berat, terutama melaksanakan perintah salat setiap harinya.