Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batas minimal kilometer yang ditempuh untuk bisa menqashar shalat.
Ini bisa dimengerti karena berbagai dalil yang menuturkan hal ini tidak menggunakan ukuran kilometer tapi menggunakan ukuran yang biasa dipakai oleh bangsa Arab saat itu yakni empat burud
Kemudian dikonfersikan menjadi empat puluh delapan mil menurut ukuran Hasyimi, dan empat puluh mil menurut ukuran Bani Umayah (Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Islam, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah [Kuwait: 1980], juz 25, hal. 28-29).
Di dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji (Damaskus: Darul Qalam, 2013, jil. 1, hal. 191) secara jelas Dr. Musthofa Al-Khin dan kawan-kawan mengkonversikan ukuran ini ke dalam ukuran kilometer dengan bilangan 81 kilometer.
2. Perjalanan dengan maksud baik
Perjalanan yang dilakukan adalah perjalanan yang mubah, bukan perjalanan untuk melakukan suatu kemaksiatan.
Baca: Buat Persiapan Mudik, Jaringan Shop & Drive Tawarkan Paket Tune Up Mulai dari Rp 250 Ribuan
3. Telah melewati batas daerah tempat tinggal
Perjalanannya dilakukan pada malam hari dan sebelum terbit fajar (waktu subbuh) telah melewati batas daerah tempat tinggalnya, dalam konteks wilayah Indonesia adalah batas kelurahan.
Hal ini sebagaimana pernah disampaikan oleh KH. Subhan Ma’mun, Pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyah, Luwungragi Brebes dan Rais Syuriah PBNU, pada kajian kitab Tafsir Al-Munir di Islamic Center Brebes.
4. Pergi setelah terbit fajar
Bila ia pergi setelah terbitnya fajar maka ia tidak diperbolehkan berbuka dan wajib berpuasa penuh pada hari itu.
5. Seorang musafir (yang dalam keadaan melakukan perjalanan sebagaimana syarat-syarat di atas) yang pada waktu pagi hari berpuasa diperbolehkan berbuka membatalkan puasanya.
6. Seorang musafir yang telah bermukim di suatu tempat dilarang berbuka (tidak berpuasa).
(TribunPalu.com/Sinatrya Tyas Puspita)
Artikel ini telah tayang di Tribunpalu.com dengan judul Merencanakan Mudik Lebaran 2019? Berikut Penjelasan Aturan Fiqih Tidak Berpuasa Bagi Musafir.