Sehingga, Khalifah hanya menjadi pengambil keputusan dan pengawas, sementara pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan keuangan dilakukan oleh Ketua Baitul Maal yang setara dengan Menteri Keuangan.
Terkait dengan pencopotan Abdullah Ibn Arqam dari Ketua Baitul Maal tentu saja dikecam oleh tokoh-tokoh masyarakat. Kecaman tersebut muncul karena Abdullah Ibn Arqam dikenal sebagai orang yang sangat jujur dan sangat disiplin dalam menjalankan tugas.
Karakter dan kepribadian Abdullah Ibn Arqam itulah yang menyebabkannya mendapat kepercayaan dari masa Nabi sampai Khalifah Umar Ibn Khattab untuk mengelola Baitul Maal.
Selain penghapusan Ketua Dewan Baitul Maal yang kemudian kendalinya dipegang langsung oleh Khalifah Utsman, kebijakaan Utsman yang kontroversial terkait dengan pengelolaan Baitul Maal adalah pengambilan uang yang berasal dari Baitul Maal untuk keluarganya dan juga pemberian gaji pegawai pemerintahan secara besar-besaran.
Hal inilah yang kemudian dianggap sebagai alasan pencopotan Abdullah Ibn Arqam dari Ketua Dewan Baitul Maal karena disinyalir akan mempersulit kebijakan Khalifah Utsman.
Bahkan, pengelolaan uang Baitul Maal yang tidak professional saat itu, berdampak kepada tidak adanya uang yang dapat dibagi lagi untuk rakyatnya yang selama ini mendapat tunjangan dari pemerintah di masa Khalifah Umar Ibn Khattab.
Namun, pendapat lain menyatakan bahwa sebenarnya pada zaman Utsman Ibn Affan, sistem pemberian bantuan dan santunan tetap dipertahankan dan dilakukan kepada masyarakat.
Hanya saja, jika pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar Ibn Khattab lebih dilakukan dengan pendekatan pemerataan dan persamaan, maka Utsman Ibn Affan menetapkan bantuan yang berbeda antar satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Satu hal yang harus diapresiasi bahwa Usman Ibn Affan terkait dengan kebijakannya terkait dengan Baitul Maal adalah pilihannya untuk tidak mengambil upah dari kantornya.
Sebaliknya, ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan menyimpan uangnya di bendahara negara.
Hanya saja, hal ini kemudian menjadi masalah baru ketika Utsman Ibn Affan melakukan penyimpanan uang pribadi di bendahara negara.
Hal inilah yang kemudian menimbulkan kesalahfahaman dan ketidakcocokan dengan Abdullah Ibn Arqam yang merupakan bendahara Baitul Maal.
Ketidakcocokan ini tidak hanya berimbas pada sikap Abdullah Ibn Arqam yang tidak saja menolak upah dari pekerjaannya, tapi juga keputusannya itu menolak hadir pada setiap pertemuan publik yang dihadiri Khalifah.
Permasalahan tersebut semakin rumit ketika muncul berbagai pernyataan kontroversional mengenai pembelanjaan harta Baitul Mal yang tidak hati-hati yang dilakukan oleh Utsman Ibn Affan.