Dr Mutohharun Jinan MAg
Direktur Pondok Shabran UMS Solo
HAKIKAT perbuatan dalam Islam tidak semata-mata dilihat dari bentuk dan tujuan menurut ukuran penilaian manusia.
Retorika yang indah, tingkah laku yang baik, menolong dan membantu orang lain, memberi manfaat kepada sesama, dan akhlak mulia lainnya memang sangat ditekankan dan menjadi kewajiban setiap muslim.
Tetapi itu semua belum cukup menjamin kemuliaan seseorang baik di hadapan sesama makhluk, apalagi di hadapan Tuhan.
Segenap perbuatan seseorang yang dapat mengantarkannya menjadi pribadi otentik dan bermartabat apabila telah memenuhi kriteria asasi.
Pertama, perbuatan harus didasari niat ikhlas karena mengharap ridha Allah semata.
Hadist dari Umar bin Khaththab, beliau berkata, Nabi Muhammad bersabda, "Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang bergantung dengan apa yang ia niatkan." (HR Bukhari).
Niat dalam hati akan menentukan hasil yang akan diperoleh baik di dunia atau di akhirat.
Tanpa niat bisa jadi perbuatan dilakukan seseorang tidak bernilai dan sia-sia.
Kedua, dasar kebaikan dan kebenaran suatu perbuatan adalah dilaksanakan sesuai ketetapan syar'i.
Tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan prinsip-prinsip kebaikan lainnya.
Dua hal tersebut harus menyatu dalam setiap kata dan perbuatan kaum muslim, dan menentukan apakah perbuatan itu baik atau tidak dan benar atau salah.
Ibadah puasa merupaka ibadah terbaik untuk melatih dan mengukur hakikat perbuatan yang manusia lakukan.
Karena puasa ibadah hanya diketahui oleh pelaku dan Tuhan saja.