Namun, pihak Universitas Al Azhar menyampaikan Syekh Mahmoud Syaltout, tidak bisa diundang ke Indonesia kecuali diundang oleh Presiden langsung.
Akhirnya Buya Hamka meminta tolong kepada Menteri Agama saat itu, Muhammad Ilyas, untuk mengabulkan keinginannya.
Baca: Lebih Efektif dari PSBB, Bali Punya Strategi Sendiri Kendalikan Wabah Corona
Akhirnya Presiden Soekarno mengundang Syekh Syaltout Baru setahun kemudian Syekh Syaltout mengunjungi Indonesia.
Ia pun datang ke Masjid Agung Kebayoran.
Karena terkesima dengan sahabatnya tersebut, akhirnya Syekh Syaltout berkenan memberikan nama Masjid tersebut dengan nama ‘Al-Azhar’ yang sebelumnya dikenal sebagai Masjid Agung Kebayoran.
"Ketika kunjungan ke Indonesia maka beliau menyempatkan diri ke Masjid Agung Al Azhar. Di saat itu lah Syekh memberi nama Masjid Agung Al Azhar," ujar Yahya.
Syekh Syaltout sangat kagum dengan Hamka.
Nama Al Azhar diberikan olehnya sebab ia melihat ada sebuah kegiatan dakwah di masjid ini yang dilestarikan dan “ditumbuhsuburkan” oleh ulama Indonesia yang mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar, Kairo, yaitu Buya Hamka.
"Beliau kagum pada ilmu autodidak yang dimiliki Buya Hamka. Beliau mampu menyampaikan pemikiran Islam yang autentik dan itu sangat menarik perhatian para dosen Al Azhar di Kairo," imbuh Yahya.
Buya Hamka adalah sosok ulama, filsuf, novelis, dan aktivis politik, tak terlepas dari perkembangan pendidikan, pada 1967, saat bangsa Indonesia mengalami masa pasca era Orde Lama.
Ketika itu, Buya Hamka mulai memperjuangkan pendidikan Islam di Masjid Agung Al Azhar.
Kegiatan pendidikan, pembinaan umat dan syiar Islam di Masjid Agung Al Azhar tidak dapat dilepaskan dari peran Buya Hamka, yang merupakan Imam Besar di masjid ini.
Figur Buya dengan ceramah-ceramahnya yang senantiasa membawa kesejukan dengan pilihan kalimat-kalimat yang santun, telah mengikat perhatian umat di berbagai pelosok dearah. (tribun network/denis)