Sehingga ia kerap merasa penasaran saat melihat temannya melaksanakan salat.
Belum lagi, dengan pengalamanya di waktu kecil yang membuatnya kagum akan kemurahan hati umat islam yang ditemuinya.
Singkat cerita, dahulu ia sempat berjualan es mambo di Masjid Istiqlal.
Katanya, ia sering kali menerima sedekah lebihan uang hasil pembelian es mambo dari pembelinya yang kebanyakan jamaah Masjid Istiqlal.
"Dulu saya hidup karena ditolong orang. Dari sedekah orang. Saya jual es mambo, temen saya dulu omzetnya misalnya Rp 100 ribu, saya pulang bisa bawa Rp 130 ribu. Karena apa? orang tuh duit lebihannya 'udah ambil deh' mereka sedekah, kasih infaq ke saya. Gitu,"
"Pembeli saya dulu kebanyakan jamaah Masjid Istiqlal. Saya dagang di Istiqlal, belum jadi mualaf. Itu saya masih (usia) 10 tahun. Saya bilang, kok orang islam baik-baik ya," katanya.
Kecintaannya terhadap Islam terus menerus berlanjut.
Di bulan Maret tahun 1981, akhirnya Alun Joseph memiliki sebuah niat besar untuk menjadi seorang mualaf.
Di Al Azhar Jakarta, ia bertekad untuk menemui seorang ulama besar, Buya Hamka.
Awalnya, ia hanya berniat untuk bercerita akan niatannya masuk islam dan belajar tentang islam.
Tetapi, ia justru dipaksa masuk islam oleh Buya Hamka detik itu juga. Alasannya, karena Buya Hamka takut berdosa.
"Saya bilang, saya mau nanya-nanya. Mau masuk islam. Akhirnya disuruh islam di situ secara langsung. Saya bilang, 'kenapa maksa Buya?',"
"Terus kata dia, bukannya Buya maksa, tetapi kalau kamu pulang, terus kamu meninggal, itu kafir dosanya Buya yang tanggung," kata dia bercerita.
"Oh gitu, yaudah deh Buya. Akhirnya langsung baca syahadat, 'udah kamu islam', udah," tuturnya.