Jika muntah dalam keadaan dipaksa oleh tubuh untuk muntah maka tidak membatalkan puasa.
Namun, jika muntahannya kembali ke dalam perut, maka puasanya batal.
Haid dan nifas pun juga dapat membatalkan puasa.
Wanita yang sedang haid dan nifas tidak diperbolehkan untuk berpuasa.
Syaikh Musthofa Al Bugho berkata:
"Jika seorang wanita mendapati haidh dan nifas, puasanya tidak sah. Jika ia mendapati haidh atau nifas di satu waktu dari siang, puasanya batal. Dan ia wajib mengqadha’ puasa pada hari tersebut."
Wanita yang tidak berpuasa karena haid dan nifas maka wajib mengganti puasa di hari lain.
Sementara bagi orang yang dengan sengaja mengeluarkan air mani saat berpuasa tanpa berhubungan badan, dapat membatalkan puasa.
Meski diwajibkan untuk mengqodho', orang yang mengeluarkan mani dengan sengaja tidak diwajibkan menunaikan kafaroh.
Inilah pendapat ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.
Dalil hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِى
"(Allah Ta’ala berfirman): ketika berpuasa ia meninggalkan makan, minum dan syahwat karena-Ku”138. Mengeluarkan mani dengan sengaja termasuk syahwat, sehingga termasuk pembatal puasa sebagaimana makan dan minum."
Jika seseorang mencium istri dan keluar mani, puasanya batal.