Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelajah Masjid Tribunnews.com kali ini tiba di Masjid Jami Matraman Jakarta.Masjid yang bisa jadi merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia.
Masjid ini menjadi saksi bisu jejak perjuangan kerajaan Mataram merebut Batavia dari Belanda.
Tribunnews.com berkesempatan mendatangi langsung masjid yang terletak persis di samping Kali Ciliwung tersebut. Tepatnya di Pegangsaan, Timur, Menteng, Jakarta Pusat.
Baca juga: Masjid Istiqlal Makin Ramah untuk Kaum Disabilitas, Tersedia Lift dengan Kaca Transparan
Baca juga: Pesan Keberagaman Pada Bangunan Masjid Babah Alun Desari, Paduan Budaya Tionghoa, Arab dan Betawi
Tak begitu sulit untuk mencari masjid Jami Matraman ini.
Letaknya hanya sekitar 250 meter dari Gedung Proklamasi yang juga merupakan tempat diproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Akan tetapi, sejarah masjid Jami Matraman tak bermula dari sana. Masjid ini pertama kali berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka yaitu terbentuk pada 1837 M.
Sama seperti namanya, Masjid Jami Matraman sangat melekat dengan perjuangan Kerajaan Mataram saat merebut Batavia dari Belanda.
Baca juga: Cerita di Balik Megahnya Masjid Emas Aceh, Mimpi Terpendam Sang Saudagar Terwujud Setelah 20 Tahun
Baca juga: Sambut Ramadan, Bella Hadid Bagikan Foto Masjid Al-Aqsa dan Lokasi Buka Puasa Gratis
Saat itu, Mataram dipimpin oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo alias Syekh Kuro.
"Katanya sih yang dulu yang punya Syekh Kuro. Syekh Kuro punya anak namanya Syekh Jafar," kata Kepala Rumah Tangga Yayasan Masjid Jami Matraman, Hj Samsudin saat berbincang dengan Tribunnews.com.
Awalnya, Kerajaan Mataram yang dulu terkenal sebagai kerajaan islam kerap mengirimkan prajurit ke Batavia untuk misi perlawanan dari Belanda. Paling banyak, prajurit dikirim dari Jawa Tengah.
Nah, prajurit-prajurit Mataram ini berkumpul di sebuah titik yang di zaman sekarang diketahui bernama masjid Jami Matraman. Semula, prajurit Mataram hanya membuat gubuk-gubuk kecil.
Menurut Samsudin, gubuk kecil ini awalnya digunakan para prajurit untuk beristirahat dan menunaikan ibadah salat. Tak lama, prajurit memutuskan membentuk bangunan permanen menjadi masjid dengan ornamen Timur Tengah.
"Disini dulu dibangun semacam gubuk-gubuk kecil, lama-lama dibuat masjid. Karena kan dulu transportasi lewat sini. Jadi dihadangnya kalau Belanda mau masuk dihadang disini," jelas dia.