TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Bulan suci penuh barokah, membuat Ramadan banyak dinanti muslim yang beriman. Tak hanya berpuasa, ibadah di bulan ini pun seakan sayang dilewatkan.
Namun, karena kondisi tidak sedikit yang orang yang tidak dapat melaksanakan ibadah puasa, baik itu karena sakit atau hal lain sehingga ia belum bisa menjalankan ibadah puasa.
Lantas, bagaimanakah mereka yang tidak bisa berpuasa karena sakit, apakah tetap mendapatkan pahala?
Ustaz M. Farid Firdaus S.Pd.I, Anggota Komisi Fatwa MUI Kabupaten Bogor juga Pengasuh Ponpes Darul Ma'arif Kemang Bogor menjelaskan untuk orang sakit, di dalam kitab Ar-Risalah Al Jami'ah menjelaskan di mana ada 8 golongan orang yang boleh buka puasa. Di antaranya orang yang sakit dan di kemudian hari harus menqadha puasanya.
Dia bisa mendapat keistimewaan Ramadan, dengan mengerjakan keaikan-kebaikan lain, seperti membaca Al-Quran, zikir dan selawat.
Dia bisa mendapatkan fadilah bulan Ramadan. Jadi, fadilahnya tidak hilang karena dia ada uzur tadi.
Delapan golongan yang boleh tidak berpuasa selain sakit, ada orang gila, musafir, wanita sedang haid, nifas, ibu menyusui, hamil, dan orang sangat tua sekali.
Untuk musafir atau yang sedang bepergian, bisa tidak berpuasa jika jarak perjalanannya sekitar 98 kilometer. Itu ukurannya.
Di jarak tersebut seseorang diperbolehkan melakukan salat jamak atau qashar untuk mengganti salat wajib, dan diperbolehkan untuk berbuka puasa.
Lalu mana yang lebih utama, berpuasa atau tidak? Kalau dia kuat lebih baik bepuasa, tapi kalau tidak kuat karena ada keringanan yang Allah berikan, silakan tidak berpuasa.
Jika dari Bogor ke Cianjur yang tidak sampai 98 kilometer, bolehkah tidak puasa? Soal ini, unsurnya orang tersebut sakit.
Misalkan kita dari Bogor ke Jawa Timur sekarang kan enak lewat jalan tol atau kereta. Perjalanan pun nyaman. Apakah boleh tidak puasa? Jelas boleh-boleh saja karena sudah memenuhi syarat jarak tadi. Tapi harus meng-qadha nantinya.
Makna Keistimewaan Ramadan
Ustaz M. Farid Firdaus juga menjelaskan makna Ramadan.