TRIBUNNEWS.COM - Salah satu ibadah yang dianjurkan pada bulan Ramadhan adalah i'tikaf.
I’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah.
Banyak hadis-hadis yang menunjukkan bahwa Rasulullah saw sering melakukan i’tikaf sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.
Bahkan menjelang wafatnya beliau, Rasulullah melakukan i’tikaf selama dua puluh hari terakhir Ramadhan.
Baca juga: Kapan Malam Lailatul Qadar? Ini Keistimewaan dan Amalan Sunnah di Malam Lailatul Qadar
Kemudian hal itupun diikuti oleh para istri nabi saw setelah beliau wafat.
Dikutip dari sumsel.kemenag.go.id, sesungguhnya I’tikaf memiliki keutamaan yang sangat besar.
Pertama, menjauhkan diri dari neraka.
Dari ibnu Abbas ra:
“Barang siapa beri’tikaf satu hari karena mengharap keridhoan Allah, Allah akan menjadikan jarak antara dirinya dan api neraka sejauh tiga parit, setiap parit sejauh jarak timur dan barat” (HR. Thabrani, Baihaqi dan dishohihkan oleh Imam Hakim).
Kedua, dijanjikan surga. Imam Al-Khatib dan Ibnu Syahin meriwayatkan hadis dari Tsauban ra meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa yang beri’tikaf antara Maghrib dan Isya di masjid, dengan tidak berbicara kecuali sholat dan membaca Al-Quran, maka Allah berhak membangunkan untuknya istana di surga."
Ketiga, dengan i’tikaf, seseorang akan lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah.
Sehingga dengan i’tikaf seseorang akan berkesempatan mendapatkan kemuliaan lailatul qodar.
Lantas, apakah keutamaan dan keberkahan lailatul qadar hanya diperuntukkan untuk yang beri’tikaf saja?