News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korban Trafficking

Salon Plus-plus di Aceh Digerebek

Editor: Tjatur Wisanggeni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH -- Praktik pelacuran berkedok salon kecantikan plus plus di Banda Aceh makin menggiurkan bagi para mucikari sebagai lumbung meraup pundi-pundi rupiah.

Laporan polisi menyebutkan, para korban yang terjebak dalam praktik ini terpaksa menjadi budak seks untuk para lelaki hidung belang karena diiming-imingi bayaran. Namun tidak sedikit pula yang terpaksa melakoni bisnis esek-esek itu karena berada di bawah ancaman mami-mami berakal bulus yang mempekerjakan mereka.

“Mami ini tidak bekerja sendiri. Mereka ada yang membacking,” kata Kapolda Aceh, Irjen Pol Fajar Priyantoro melalui Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) AKP Elfiana  kepada Prohaba kemarin.

Dari penelusuran polisi menyebutkan, sebagin besar para wanita yang dipekerjakan di salon plus-plus itu dapat dikategorikan sebagai korban trafficking (perdagangan manusia-red).

Mereka terindentifikasi berasal dari latar belakang kehidupan ekonomi dan daerah berbeda. Seperti Sumut, Aceh Timur, Sigli, Lhokseumawe, Aceh Tengah, Bireuen dan Meulaboh. Ironisnya, para mucikari atau mami-mami yang mempekerjakan mereka ini tergolong lihai bermain.

Untuk menjerat korban masuk perangkap, pelaku menjalankan modusnya dengan terlebih dahulu mempelajari latar belakang korban dan keluarganya. Targetnya adalah para perempuan muda yang mulai merasakan himpitan hidup dan memerlukan pekerjaan.

Dari sinilah pelaku mulai memasang perangkap untuk menjerat. Awalnya, korban hanya dijanjikan pekerjaan sebagai pekerja salon. Tapi lambat laun para mami yang berakal bulus ini mulai berekspansi “bisnis” nya dengan cara menguasai korban. Klimaksnya, para wanita ini pun terperangkap, dan para mami menjual tubuh mereka kepada pria-pria yang membutuhkan kehangatan wanita muda.

“Kebanyakan korban dijanjikan bekerja di salon. Sebagai pencuci rambu dan muka, dengan penghasilan per harinya Rp 150.000. Jadi karena iming-iming gaji besar itulah mereka terperangkap hingga akhirnya terpaksa menjualkan dirinya sebagai pemuas nafsu para lelaki yang bertamu di rumah prostitusi berkedok salon itu,” ujarnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini