TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa perwakilan pekerja Freeport, menyambangi DPR, dalam hal ini Komisi IX --membidangi masalah kesehatan dan ketenagakerjaan--. Mereka datang, untuk berkeluh kesah sekaligus mengadukan nasibnya yang terlunta-lunta, dan menjelaskan aksi kekerasan yang terjadi, Senin (10/10/2011) kemarin.
Karyawan PT Freeport berharap, Komisi IX DPR ikut membantu menyelesaikan kasus sengketa upah dengan manajemen PT. Freeport.
"Kami datang, berangkat dari Papua dalam situasi tidak normal. Kami datang untuk atas kejadian kedua kalinya. Kami berjuang dengan susah payah untuk bertahan agar dapat terpenuhi hak-hak kami, menuntut hak kami," keluh salah seorang perwakilan pekerja PT. Freefort Airan Koibur.
Beberapa perwakilan PT Freeport datang ke Komisi IX DPR ditemani oleh pihak SPSI. Airan berharap, manajemen PT Freeport dapat didesak untuk mau terbuka, terkait upah pokok.
"Kami tahu dan mengerti sebenarnya masalah ini bisa dinegoisasikan. Akan tetapi, sampai mediasi yang ada manajemen PT Freeport tetap tak mau terbuka pada kami. Kami hanya ingin peningkatan kesejahteraan, karena kami tahu berapa keuntungan yang didapat PT Freeport," ujarnya.
Akibat tuntutan ini, bentrokan terjadi kemarin antara buruh PT Freeport Indonesia dan aparat keamanan saat para buruh PT Freeport berunjuk rasa menuntut upah layak. Airan menjelaskan, upah yang diterima masih jauh dari memadai, berada di bawah dari upah yang dibayarkan buruh pertambangan di dunia
Atas insiden kemarin buruh PT. Freeport, Petrus Ajamiseba meninggal dunia terkena tembakan. Sementara tujuh buruh luka-luka akibat tertembak. Airan menjelaskan, kasus yang dialami para buruh sudah berlangsung sejak September 2011. Para buruh mengalami intimidasi, teror, ancaman dan pemaksaan dari pihak management.
Gindo Tobing, dari SPSI Pusat dalam pertemuan tersebut mengatakan, ada kesan terjadi pembiaran yang dilakukan pemeritah, sehingga terjadinya aksi bentrokan yang menewaskan karyawan PT Freeport.
"Ini membuktikan, pemerintah gagal lindungi warganya. Aparat bersikap represif, menggunakan kekuasannya, tak melihat lagi substansi yang sebenarnya terjadi," ujarnya.
"Kami minta petrytanggungjawaban aparat keamanann, Kapolri, Kapolda dan Kapolres harus bertanggungjawab atas kejadian kemarin," tegasnya lagi.