TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kaukus Papua di DPR mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua. 15 nyawa melayang dalam sebulan, termasuk di ibukota Jayapura. Namun, kejadian terus berulang.
Pemerintah justru terkesan melakukan pembiaran terhadap kejadian itu. "Kami tidak melihat langkah serius dilakukan pemerintah kita. Terkesan terjadi pembiaran, tidak ada upaya hukum walaupun sudah terjadi pelanggaran secara nyata. Tidak ada upaya sungguh-sungguh oleh aparat kita," kata Ketua Kaukus Papua, Paskalis Kosaay, Sabtu (9/6/2012).
Kaukus Papua meminta Presiden turun tangan langsung memimpin penegakan hukum di bumi Papua.
Langkah yang diharapkan Kaukus Papua dari Presiden, yakni segera membentuk tim investigasi independen untuk mengungkap sejumlah penembakan misterius, maupun yang sudah terang-terangan dilakukan, membuka akses yang lebih luas kepada penggiat kemanusiaan dan media massa agar bisa mengakses informasi di Papua.
"Selama ini terkesan ditutupi. Contoh, di tempat lain orang mencuri nangka bisa di-follow up sampai tingkat nasional, tapi di Papua orang mati ditutup-tutupi," ujarnya.
Menurut Paskalis, kekerasan juga dilakukan oleh aparat keamanan, baik TNI maupun Polri. Sebagai anggota Komisi III DPR dirinya meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera melakukan evaluasi penempatan TNI dan Polri di Papua. Bahkan, jika diperlukan kedua pucuk pimpinan lokal tersebut diberhentikan.
"Kami ingin presiden tugaskan Kapolri dan Panglima TNI untuk evaluasi pejabat-pejabat daerah yang tidak mampu mendeteksi apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat," tandasnya.
Anggota Kaukus Agustina Basik Basik tak bisa menerima alasan klasik pemerintah, kepolisian dan Badan Intelijen Negara (BIN), bahwa mereka terkendala medan yang sulit. Karena sejumlah penembakan kepada warga juga terjadi kota Jayapura.
"Kenyataannya intel bertebaran di mana-mana, kota, pesisir, bahkan pedalaman. Lalu kenapa tidak terdeteksi, termasuk juga senjata yang tersebar di sana. Yang melakukan kekerasan di sana adalah manusia, bukan hantu yang bisa menghilang," tegas Agustina.
Baca Juga: