News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilihan Gubernur Jabar

Awasi Dana Kampanye Cagub-Cawagub

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Duet Rieke Diah Pitaloka dan pegiat anti korupsi, Teten Masduki diusung PDI Perjuangan untuk maju dalam Pilkada Jawa Barat

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG -- Ketua Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Wilayah Jawa Barat, Edi Jaenudin, mengatakan, berdasarkan PKPU Nomor 6 Tahun 2010, khususnya mengenai peraturan pelaporan dana kampanye dan audit dana kampanye, tim kampanye harus jujur.

Hal ini disampaikannya dalam kesempatan acara rapat pleno terbuka penetapan pasangan calon pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2013, di Auditorium KPU Jabar, Jalan Garut 11 Bandung, Senin (17/12/2012).

Berdasarkan pengalaman Pilgub Jabar 2008, kata dia, dari laporan dana kampanye tiga pasangan calon yang masuk dan diaudit akuntan publik, terendah Rp 12 miliar dan tertinggi Rp 21 miliar. Di Pilgub Jabar 2013, menurut informasi yang didapat dari pernyataan seorang pimpinan parpol yang dirilis di sebuah media massa, diperlukan dana antara Rp 175 miliar hingga Rp 350 miliar.

Perhitungan itu didasarkan pada geografis Jabar yang luas dengan 7.000 desa/kelurahan. Jika tiap desa/kelurahan mendapat Rp 25 juta, dibutuhkan dana kampanye sedikitnya Rp 175 miliar. Angka yang menurutnya sangat fantastis dan sangat berbeda jauh dibanding dengan laporan dana kampanye pilgub sebelumnya.

Jaenudin menyebutkan ada tiga sumber dana kampanye, yaitu dari pasangan calon, dari parpol atau gabungan parpol yang berkoalisi, dan dari pihak ketiga (perseorangan atau perusahaan). Dana kampanye dari pasangan calon dan parpol pengusung, tidak ada batas, kecuali dari perusahaan dibatasi maksimum Rp 350 juta dan dari perseorangan Rp 50 juta. Lebih dari itu, tidak diperkenankan memperoleh dana dari BUMN atau BUMD dan dari pihak asing.

Pengeluaran dana untuk kampanye, kata Jaeinudin, setidaknya ada sembilan pos yang diyakininya dapat dipertanggungjawabkan tim kampanye. Pengadaan alat peraga dan kampanye terbuka, misalnya, menurut dia, sangat mudah untuk dibuat pertanggungjawabannya.

Ada konsumsi atau membuat panggung, tinggal minta bukti transaksinya. Demikian juga kalau ada sumbangan hiburan artis, meski tidak mau dibayar, bisa diperhitungkan sebesar kalau ia dibayar manggung. "Itu semua harus dilaporkan," ujarnya.

Permasalahan yang menjadi titik bolong-bolongnya adalah bahwa sumbangan di bawah Rp 2,5 juta boleh tidak dilaporkan. Dimisalkan kalau ada sumbangan Rp 500 juta, yang dimasukkan ke rekening dana kampanye Rp 50 juta, sementara yang Rp 450 juta di bawah meja. "Daripada melaporkan dan jadi permasalahan, lebih baik tidak melaporkan. Ini titik bolongnya. Sampai saat ini, audit yang dilakukan belum mampu menangkap hal tersebut, menelusuri dana yang tidak dilaporkan. Auditor mengaudit hanya yang dilaporkan, sesuai dengan yang disampaikan," katanya.

Karena alasan keterbatasan audit yang diberikan, Jaenudin menyatakan, perlunya masyarakat turut mengawasi berapa sebenarnya dana kampanye yang dikeluarkan. Ia yakin, banyak kemungkinan atau peluang tim kampanye untuk melapor tidak sesuai dengan yang sesungguhnya.

Meski demikian, menurut dia, ada cara untuk mendeteksi supaya laporan dana kampanye setidaknya mencerminkan angka mendekati sesungguhnya. Caranya, di saat tiap pasangan calon akan menyerahkan program kampanye, perlu disertai anggarannya. "Jika ini bisa dilakukan, akan lebih transparan. Tidak mungkin melakukan kampanye terbuka, mengadakan alat peraga baliho, poster dan lainnya jika tidak ada dananya," ujarnya. (Tribun Jabar/*/fam)

Baca juga:


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini