News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penembakan Terduga Teroris

Penembakan Terduga Teroris di Masjid Nur Alfiah Wahidin Rekayasa

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah pasukan Brimob Polda Sulselbar mengangkat peti jenazah terduga teroris yang ditembak mati usai divisum di RS Bhayangkara, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (4/1/2013). Polisi menembak mati dua terduga teroris jaringan Poso, Sulsel, yakni Syamsuddin alias Abu Uswah dan Ahmad Khalil alias Hasan di Masjid Nurul Afiat RS Wahidin Soedirohusodo, Makassar, dan dua terduga lainnya ditangkap. TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR

Laporan Wartawan Tribun Timur, Ilham

TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan ulah Polisi dari Detasemen Khusus Antiteror 88 Mabes Polri yang menembak mati dua terduga teroris jaringan Poso di Masjid Nur Alfiah, RS Wahidin Sudirohusodo, Jl Perintis Kemerdekaan, Makassar, Jumat (4/1/2013) sekitar pukul 10.45 Wita.

Terduga teroris bernama Hasan alias Kholik dan Syamsuddin alias Asmar alias Buswah. Keduanya tewas ditembak Densus saat berada di depan pintu masuk masjid tersebut.

Wakil Ketua Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron, mengatakan, justru Densus dalam insiden maut itu melanggar undang-undang HAM. Meski dua orang yang polisi duga sebagai jaringan teroris tersebut masih sebatas dugaan namun aparat sudah main hakim sendiri. Selain itu, kata Nurkhoiron, kejadian cenderung diskenariokan atau rekayasa.

"Giliran Makassar/Sulsel jadi kelinci percobaan Densus 88. Teman-teman pemantau Komnas HAM menemukan indikasi orang-orang teroris itu adalah "peliharaan" mereka juga. Komnas HAM sedang kumpulkan bukti bahwa penanganan teroris dengan cara seperti itu salah besar. Justru densus yang melanggar HAM karena orang yang ditembak mati baru dugaan, jadi kejadian di Makassar itu ada skenario untuk membuat masyarakat sekitar, terutama kalangan ustad, kalangan pesantren, ulama tersudutkan, apalagi menjelang Pilgub. Proyek polisi soal teroris ini betul-betul melanggar undang-undang HAM dan bahkan melanggar undang-undang kepolisian sendiri. Polri mestinya harus menjelaskan kejadian ini dengan benar, bukan ngawur, belum ada kejelasan siapa jejaring yang polisi maksudkan," jelas M Nurkhoiron kepada Tribun Timur (Tribunnews Network) via telepon selularnya, Sabtu (5/1/2013).

Lebih lanjut, menurut M Nurkhoiron, polisi atau Densus 88 perlu dievaluasi. Kalau aparat dibiarkan sewenang-wenang mengeluarkan stigma sekaligus melumpuhkan terduga teroris, kata M Nurkhoiron, maka akan semakin mengancam ketentraman dan kedamaian masyarakat Kota Makassar khususnya.

"Jangan polisi justru menciptakan stigmatisasi yang kemudian masyarakat cemas. Karena kelihatan ada upaya dari Densus untuk membangun stigma bahwa Sulsel sarang teroris. Ini bahaya, karena bisa-bisa semua kelompok Islam di Sulsel berpotensi dikriminalisasi sebagai teroris," ujar M Nurkhoiron.

Anggota Komnas HAM, Siane, yang juga peneliti terduga teroris Poso ini, mengatakan, pihaknya setuju pemberantasan aksi teroris, karena itu melanggar HAM.

"Tapi Densus jangan justru memberantas dengan melanggar HAM sendiri, yang di Makassar itu baru orang terduga, tapi kenapa langsung dibunuh. Indonesia itu negara hukum, mestinya diselesaikan secara hukum, bukan sewenang-wenang begitu. Apalagi menciptakan stigmatisasi bahwa yang terduga adalah kalangan agama ini, wah itu justru menghilangkan rasa aman masyarakat," kata Siane kepada Tribun Timur, Sabtu (5/1/2013).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini