Areal pertanian yang ditumbuhi antara lain pisang, tebu, pinang, sukun, durian, cempedak dan kelapa. Perahu kandas, lalu bantuan didatangkan dari warga dusun, kami tiba 11.36 WIB.
Setibanya di tepian kali, di bibir desa, rombongan disambut pengalungan bunga, dari kembang- kembang di desa itu dirangkai benang. Puluhan murid SD, ketua adat, orangtua, dan warga mendendangkan lagu puji-pujian, menyambut kami.
Upacara peletakan batu bangunan SD pertama berjalan lancar di lokasi, ke arah kaki bukit, lebih tinggi dari areal perkampungan. Subet, yaki makanan khas Mentawai dari bahan pisang rebus kemudian ditumbuk, dibulat-bulati lalu ditaburi kelapa paru. Saat makan, kami disuguhi antara lain lobster besar, tangkapan utama nelayan setempat.
Kami meninggalkan Dusung Mangkaulu sore, sekitar pukul 16.30. Matahari mulai beranjak menuju peraduan. Perjalanan menuju pulang ke Sikakap, Raymondus menakhodai boat tidak dari jalur yang ditempuh pagi. Kalau pagi dia sempat mengomel karena melintasi alur laut dangkal, bermanuver di antara celah-celah hutan baku yang ternyata sempat membuat boat kandas, menghantam karang, pada saat pulang dia menempuh jalur lain.
Perjalanan berlawanan arah dengan angin bertiup dari utara ke selatan. Air permukaan laut bergelombang lebih tinggi daripada pagi sebelumnya. Ombak bergerak susul-menyusul seakan adu cepat mengadang boat.
Raymondus tak gentar. Dia tidak mengendurkan tali gas dua mesin Yamaha yang terus mendengung. Boad terus melaju, bahkan seakan kecepatannya berlipat dibandingkan perjalanan pergi. Bagian haluan boat mengempas, menghentak, memecah ombak. Ukuran boat 11,5 meter ternyata punya arti. Menurut K Manalu, staf PSE Caritas Keuskupan Padang, boat pendek rawan tenggelam saat menghadapi ombak besar.
Mirip kejadian di darat, kita mobil yang melaju tiba-tiba bannya melintasi jalan berlobang. Atau ibarat permainan jungkat-jungkit, bagian depan boad naik tinggi saat diadang ombak besar lalu turun, naik lagi dan mengempas ombak.
Percikan air laut akan meluas, sampai masuk ke dalam boad atau ke atap manakala empasan mengantam ombak yang lebih besar. Suara derik papan atau kayu terdengar tat kala, haluan boad melambung tinggi, kira-kira 3-4 meter, lalu menghunjam ke laut, membelah ombak. "Wow... Seru," kata Pitos sembari bersorak.
"Kalau tadi pagi kita hanya dioleng-olengkan gelombang kecil, ini baru benar-benar ombak laut," ujar Pitos, putra Minang yang tinggal menetap di Pekanbaru, tiga tahun terakhir.
Dia lalu memuji kekuatan dan ketahanan dag speebod yang terbuat dari kayu. "Kalau dari fiber, ini sudah pecah," ujar Pitos. Romo Alex yang duduk pada bangku kayu persis di depan Pitos, melirik ke belakang, sembari tersungging. (domu d ambarita)