TRIBUNJATENG.COM SLEMAN, - Tak kurang dari enam jam, Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM), melaksanakan investigasi di Lembaga Permasyarakatan Kelas 2B Sleman. Tim yang meliputi anggota Sriyana, bMimin Dwi Hartono dan Arif Setiyana ini dipimpin oleh Ketua Komas HAM Siti Noor Laela tersebut, datang dalam kaitannya untuk memeroleh
keterangan dan rekonstruksi kejadian penyerangan berdarah pada Sabtu dini hari lalu.
Banyak data dan informasi yang mereka peroleh, namun sementara ini pihaknya enggan merinci apa saja temuan itu, termasuk belum diperolehnya kesimpulan.
"Belum ada kesimpulan, karena kami juga masih akan mengunjungi Polda,
Gubernur, Kuasa Hukum para korban dan keluarga korban," jelasnya,
Selasa (26/03/2013) petang.
Meski demikian, paling tidak pihaknya memeroleh gambaran ciri para penyerang. Hal ini diperoleh berdasarkan data yang berhasil dihimpun Komnas HAM dari kesaksian para petugas. Diungkapkannya bahwa para pelaku penyerangan hampir semuanya menggunakan rompi berwarna hitam, berpenutup wajah, bersenjata laras panjang, granat yang ditaruh di
pinggang kanan dan kiri dan radio komunikasi (HT-red). Hampir semuanya, tambah Siti, membawa kelengkapan itu
“Jadi ini sudah direncakan dengan matang. Yang terlihat menarik itu rompi dan alat-alat yang digunakan sama persis. Bahkan letak mulai satu dua granat di saku luar atas dan di dalam rompi. Letak HT juga seragam. Pergerakannya juga sangat cepat, ini menunjukkan mereka sudah
terlatih dan profesional,” jelas Siti.
Akan tetapi, Siti mengaku belum bisa memeroleh kesimpulan atau indikasi penyerang tersebut berasal dari mana. Hanya sejumlah temuan berdasarkan rekonstruksi saja yang menjadi informasi penting yang mereka peroleh selama melakukan penyelidikan di lapas Sleman. semisal
adanya penganiayaan terhadap petugas lapas, adanya perampasan ponsel milik petugas lapas, pengambilan barang-barang inventaris lapas, serta sejumlah kesaksian tahanan sebagaimana yang diungkapkan kepada penyidik kepolisian. Termasuk juga adanya tepuk tangan dari para
tahanan sesaat setelah peristiwa penembakan terjadi. Para penghuni sel ini awalnya kebingungan, namun karena takut, mereka akhirnya tepuk tangan.
“Menurut keterangan beberapa saksi sih ada (tepuk tangan-red), tapi saya tidak tahu artinya, dan kenapa pelaku meminta itu,” tambah anggota penyelidikan Komnas HAM Mimin Dwi Hartono.
Berbekal sejumlah temuan dan data-data yang telah mereka peroleh itu, Siti yakin bahwa pihaknya bisa ikut serta mendukung upaya penuntasan peristiwa tersebut dengan mengorek keterangan untuk mengungkap fakta yang terjadi.
“Satu persatu fakta sudah diperoleh, kami yakin peristiwa ini bisa
terungkap,” jelas Mimin.
*Pelanggaran HAM Sangat Serius Anggota penyelidik Komnas HAM, Mimin Dwi Hartono menegaskan bahwa serangan itu termasuk sebagai tindakan pelanggaran HAM yang
dikategorikan sangat serius. Terlebih, tindakan itu sama artinya dengan langsung menyerang terhadap kewibawaan negara. Oleh karena itu, harus ada upaya serius untuk menyelesaikannya secara transparan dan akuntabel. Jika tidak, maka akan memberikan dampak sangat serius
terutama pada kewibawaan negara.
“Pelanggaran HAM yang sangat serius ini baru pertama kali terjadi di Indonesia. Ini benar-benar memukul kewibawaan negara. Bagaimana sebuah lembaga pengayoman masyarakat bisa dimasuki orang bersenjata dan membunuh orang tanpa perlawanan,” jelas Mimin sembari menunjuk logo bertuliskan Pengayom yang berada tepat diatas pintu masuk menuju
lapas.
Untuk mendukung upaya itu, Komnas HAM akan segera berkordinasi dengan
Lembaga Perlingungan Saksi dan Korban (LPSK), untuk memberikan keamanan bagi para saksi yang meliputi petugas lapas dan sejumlah tahanan dan napi. Langkah itu diperlukan lantaran hingga kini, masih banyak yang ketakutan untuk memberikan keterangan dan merasa khawatir
terhadap keselamatan dan keamanan dirinya dan anggota keluarganya.
Apalagi, upaya tersebut, selama ini belum dilakukan.
Siti merinci, perlindungan yang diberikan LPSK itu, bisa ditempuh
degan melakukan penjagaan disekitar lapas. Namun mengenai sampai kapan
cara itu dilakukan, Siti menyerahkannya kepada LPSK.