TRIBUNNEWS.COM WAJO --Sudah sepekan ini PTPN IXV Kabupaten wajo tidak beraktifitas. Aksi warga menutut pelepasan 2000 hektare dari 8000 hektare yang digunakan sebagai perkebunan sawit PTPN XIV Wajodengan menduduki mess karyawan dan Kantor PTPN XIV ini bahkan mempersenjatai diri mereka dengan senjata tajam maupun senjata sejenis api. Selain itu, mereka mengancam tidak akan meninggalkan lokasi tersebut hingga tuntutan mereka diberikan.
Dari pantauan Tribun, Senin (23/4/2013) mess karyawan dan Kantor PTPN dijaga ketat oleh warga dengan membawa senjata tajam. Selain itu, mess yang dulunya ditinggali 50 kepala keluarga itu telah ditinggal oleh karyawan karena diusir warga. Para karyawan meninggalkan barang mereka di dalam rumah dan membawa keluarganya karena takut menjadi sasaran amukan warga yang mengatasnamakan forum rakyat bersatu dari Desa Pojeppe, Desa Ciromanie, Desa awota dan Kelurahan Inrelle Kecamatan Kera.
Pihak kepolisan maupun tentara hanya dapat memantau dari jauh aksi warga itu. Mereka hanya memantau dari pos satuan pengamanan karena warga melarang setiap orang asing untuk mendekat. Massa yang dipimpin oleh Kepala Desa Coramanie Burhanuddin, serta lelaki bernama Labaweng, Haeruddin, dan Basri ini juga menyoreti dinding kantor dan mess dengan kata "perampok" serta tuntutan mereka dengan pilox.
Pemerintah kabupaten Wajo meminta warga yang melakukan pendudukan terhadap PTPN XIV agar tidak anarkis dan terprovokasi. Saat ini pemkab tengah menunggu petunjuk dari pusat. Bupati Wajo Andi Burhanuddin Unru melalui Kabag Humas dan protokoler pemkab Wajo Hasri As mengatakan, pemkab Wajo tengah mengkomunikasikan persoalan tersebut dengan para pihak terkait. Ia menjelaskan, pihaknya masih memerlukan proses sesuai dengan petunjuk dan aturan yang ada.
"Kami berharap masyarakat memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk menyelesaikannya. Insya Allah akan ada solusi yang terbaik agar kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan," Jelas Hasri.
Kapolres Wajo AKPB Masrur menyebutkan, Sampai saat ini suasan amasih kondusif karena massa hanya minta kepastian lahan 2000 hektare yang pernah dijanjikan. Terkait pengamanan lokasi, pihaknya telah menurunkan 25 personilnya. Ia menghimbau agar masyarakat dapat menenangkan diri sehingga masalah itu dapat diselesaikan dengan baik.
Sengketa tanah antara warga sembilan desa di kecamatan Keera yang merasa disrobot oleh PTPN XIV dahulu merupakan tanah yang dikuasai oleh PT Bina Mulya Ternak. Namun, pada tahun 1987 PT Bina Mulya Ternak mengalihkan pengiasaan hak guna usahanya kepada PTPN XIV Nusantara hingga saat ini. Terjadinya sengketa lahan antara PTPN dengan masyarakat disebabkan masyarakat mengklaim sebagian lahan yang dikuasai PTPN adalah milik nenek moyang mereka.
Luas lahan awalnya seluas 12.170 Ha namun, pasa tahun 2001 hak guna usaha yang dikeluarkan Kanwil BPN Sulsel hanya 7.934 Ha. Pengurangan itu disebabkan karena sebagian lokasi itu masuk dalam kawasan hutan dan lokasi dijadikan sebagai areal transmigrasi SP 1 Bekkae. Selain itu, sebagian lahan juga sudah diduduki masyarakat.
Ironisnya, pemimpin aksi massa ini disinyalir bekerja sama dan telah menjual lahan yang disengketakan kepada masyarakat dari daerah lain. Untuk menarik dan meyakinkan pembelinya, mereka menerbitkan surat pengelolahan tanah di lokasi PTPN XIV Keera dan dijadikan dasar untuk jual beli lahan. Pada tahun 2001 lalu, lahan ini pernah diduduki masyarakat dengan dipimpin oleh Labaweng dan Amri namun saat itu, Bupati Wajo Andi Asmidin memanggilnya dengan hasil bahwa ia dan masyarakat tidak akan menuntut apa-apa lagi setelah menerima uang Rp 250 secara bertahap dan akan melarang para perambah untuk mengosongkan lokasi PTPN. (Yud)