TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Adanya pungutan di luar ketentuan saat warga melayangkan gugatan perceraian di Pengadilan Agama Kelas I A Jambi dikeluhkan sejumlah penggugat maupun tergugat. Pungutan itu tidak dilampiri tanda bukti pembayaran.
Mengacu pada ketentuan biaya gugatan berdasarkan Undang undang Nomor 7 Tahun 1989, kelebihan pungutan ini berkisar antara Rp 150 ribu hingga Rp 250 ribu per gugatan. Sementara gugatan yang masuk ke PA Jambi dari kurun waktu 1 Januari hingga 21 Mei 2013 jumlahnya mencapai 549 perkara.
Jika pada satu gugatan ada pungutan di luar ketentuan sebesar Rp 200 ribu, maka total uangnya berjumlah Rp 109,8 juta. Jika dirata-ratakan dengan jumlah bulan berjalan yakni 4 bulan 21 hari, maka perbulannya ada Rp 22,8 juta uang yang diraup oknum di PA Kelas I A Jambi.
Keluhan adanya pungutan di luar ketentuan itu diungkapkan seorang penggugat yang minta namanya dirahasiakan, sebut saja Yuni.
Menurut Yuni, saat memasukkan gugatan ia diwajibkan membayar uang gugatan sekitar Rp 450 ribu, yang harus disetorkan ke bank. Namun petugas penerima gugatannya itu meminta tambahan uang ketik sebesar Rp 100 ribu.
"Masak iya, cuma mengetik beberapa menit itu harus membayar seratus ribu," keluhnya. Apalagi untuk setoran Rp 450 ribu ke bank ada tanda terima uangnya, sedangkan yang Rp 100 ribu tidak ada. Sebagai wanita dengan pekerjaan tidak tetap, gabungan biaya tersebut bagi Yuni cukup membebaninya.
"Makanya saya mau nanya, biaya Rp 100 ribu sah atau tidak?" ujarnya. Apalagi saat mengambil akte perceraian, ada lagi biaya Rp 50 ribu, tanpa tanda terima pembayaran.
Ungkapan keluhan senada juga diungkapkan penggugat lainnya sebut saja bernama Feni. Meski proses perceraiannya sudah kelar, masih menyisakan kekesalan di hatinya.
"Waktu memasukkan gugatan, saya membayar ke bank hampir 400 ribu, tapi petugas di pengadilan itu minta uang lagi, katanya uang berkas seratus ribu," ungkapnya. Meski tidak ada tanda terima Feni waktu itu menganggap sebagai uang administrasi yang legal.
Namun yang dikecewakannya, ketika mengambil akte cerai ia dimintai lagi biaya Rp 50 ribu. Diceritakan Feni, karena proses persidangannya lumayan singkat hanya satu bulan, hakim mengatakan biaya persidangan Feni bersisa lebih Rp 100 ribu. Sisa itu bisa ia minta ke kasir di PA.
"Saat mengambil uang sisa itulah, kasir itu bilang dipotong uang administrasi lima puluh ribu," ujar Feni. Cara kasir yang main potong langsung itulah yang dikesalkannya. Padahal ia menandatangi tanda terima lebih Rp 100 ribu.
Selain Yuni dan Feni, dugaan pungutan liar dalam pengurusan perceraian di PA Kelas I A Jambi ini juga diungkapkan tergugat yang minta namanya disamarkan, sebut saja Daniel. Menurut Daniel, saat mengambil akta cerainya ia dimintai uang Rp 50 ribu, namun tidak ada tanda terima uangnya. "Saya mengira itu ilegal, namun saya terpaksa tetap juga membayar," terangnya.
Dugaan pungutan di luar ketentuan di PA Kelas I A Jambi diduga sudah berlangsung lama. Pasalnya sumber Tribun lainnya yang sudah dua kali melayangkan gugatan perceraian sebut saja Fatimah menegaskan hal itu.
"Saya dua kali memasukkan gugatan cerai, terakhir tahun 2011. Dalam dua kali pengajuan gugatan itu Fatimah menyebut ia membayar pada angka yang sama yakni hampir Rp 600 ribuan. Namun janda dua kali ini tidak mengetahui adakah pungutan di luar ketentuan untuk gugatan-gugatannya.
Mengacu pada UU No.7/1989, untuk cerai gugat dengan biaya Rp 341 ribu untuk radius 1-10 km, dan Rp 461 untuk radius 2, kelebihan pembayaran Fatimah berkisar antara Rp 150 ribu untuk radius 2, dan Rp 250 ribu untuk radius 1.
Adanya dugaan pemungutan yang melebihi ketentuan juga diungkapkan pengacara yang kerap mendampingi klien yang berurusan di PA, Herlina S.H. Menurut Herlina, meskipun pungutan itu relatif tidak signifikan besarnya itu, namun jelas menyalahi.
"Sepatutnya aturan ditegakkan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam aturan dimaksud sehingga menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat," ujarnya. Dengan tidak adanya pungutan di luar ketentuan diharapkan penegakan hukum bisa berjalan dengan baik.