TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG -- Sejumlah kepala desa (kades) di wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB) memprotes minimnya sosialisasi mengenai rencana realisasi atau penyaluran dana bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Mereka juga mengkritik soal data penerima BLSM yang dinilai amburadul dan berpotensi menyebabkan gesekan di masyarakat.
Kepala Desa Gununghalu, Kecamatan Gununghalu, Dedi Kurniadi mengaku kebingungan karena pihaknya kerap ditanya warganya mengenai rencana penyaluran BLSM tersebut. Apalagi, kata dia, di sejumlah daerah, dana bantuan pemerintah pusat sebagai kompensasi dari kenaikan BBM bersubsidi, sudah mulai disalurkan ke masyarakat.
"Saya tidak bisa jawab apa-apa kalau masyarakat tanya kapan dana BLSM akan dibagikan. Karena saya sendiri pun tidak pernah mendapat informasi sedikit pun mengenai rencana penyaluran dana BLSM itu," kata Dedi kepada wartawan di Gununghalu, Jumat (28/6/2013).
Dijelaskan Dedi, hampir setiap hari dirinya selalu kedatangan tamu yakni warganya sendiri yang menanyakan kapan dana BLSM akan dicairkan. Karena kebingungan harus menjawab apa, Dedi pun kerap mengeluarkan jurus pamungkas dengan meminta masyarakat bersabar karena belum ada kejelasan mengenai rencana penyaluran dana BLSM tersebut.
"Saya sendiri belum tahu kapan akan dibagikan karena belum dapat informasi apa-apa. Harusnya ada sosialisasi ke kepala desa agar dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat," kata dia.
Selain protes mengenai rencana penyaluran dana BLSM, lanjutnya, ia juga mempertanyakan mengenai data calon penerima bantuan BLSM tersebut. Ia meminta agar data yang digunakan sebagai acuan dalam pencairan program BLSM saat ini adalah data terbaru dan benar-benar akurat.
Dedi mengatakan pihaknya akan menolak dengan tegas jika data yang digunakan seagai data calon penerima BLSM adalah data 2009 yang ketika itu dijadikan acuan program penyaluran bantuan langsung tunai (BLT). Data 2009 tersebut, kata dia, sudah tidak akurat dan jika dipaksakan tetap digunakan ia khawatir akan terjadi gejolak di masyarakat.
"Karena banyak warga yang dulu masuk BLT, sekarang sudah punya kendaraan. Kalau sekarang yang sudah kaya tetap dapat, bisa jadi persoalan. Kami minta kejelasan data mana yang akan digunakan agar bantuan itu benar-benar tepat sasaran," tambahnya.
Amburadul
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Aas Mohamad Asor. Aas pun mengeluhkan ketidakjelasan mengenai waktu pencairan dana BLSM di KBB. Hingga kini, kata dia, pihak desa belum menerima informasi apa pun mengenai waktu penyaluran BLSM sehingga pihaknya belum dapat menginformasikan apa pun kepada masyarakat.
"Kami memang kebingungan, mau menjelaskan apa ke masyarakat karena kami sendiri pun tidak tahu kapan akan dicairkan," ujar Aas.
Ia juga mempertanyakan soal penggunaan data yang akan dijadikan dasar bagi calon penerima bantuan yang dinilainya amburadul dan tidak valid. Buktinya, kata dia, setelah dilakukan pengecekan, di desanya terdapat puluhan keluarga miskin yang sehari-harinya hidup serba kekurangan.
"Namun pada kenyataannya mereka (keluarga miskin,Red) tidak masuk dalam data. Padahal mereka benar-benar layak untuk menerima bantuan. Ini kan bisa menimbulkan kecemburuan," kata dia.
Dikatakannya, untuk meminta kejelasan mengenai data penerima BLSM ini, ia dan beberapa kepala desa lainnya sengaja mendatangi Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) KBB. Ketika itu, kata dia, pihaknya mempertanyakan apa yang menjadi dasar dan indikator bagi calon penerima BLSM mengingat di lapangan masih banyak warga miskin yang tidak terdata sebagai calon penerima bantuan.
"Jangan sampai salah sasaran. Kami khawatir warga yang seharusnya BLSM menerima malah tidak dapat. Tapi yang mampu malah terima bantuan. Kami tidak ingin seperti itu," kata Aas.
Kepala Desa Citatah, Kecamatan Cipatat, Asep Hidayat, juga mengeluhkan hal yang sama. Untuk menghindarkan adanya gesekan di masyarakat saat penyaluran dana BLSM tersebut, ia meminta agar data yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun daerah dapat benar-benar akurat dan tepat sasaran. Ia pun menolak jika data yang digunakan adalah data 2009 yang dikeluarkan BPS.
"Kalau data lama tentunya sudah tidak valid. Di desa kami, saat ini jumlah masyarakat miskin bertambah karena banyak lokasi tambang yang ditutup. Ini menyebabkan jumlah pengangguran membengkak," kata Asep seraya meminta agar pemerintah memberikan kejelasan mengenai waktu penyaluran BLSM di KBB.
Terpisah, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) KBB, Aos Kaosar mengatakan pihaknya pun saat ini tengah berupaya duduk bersama dengan semua pihak terkait termasuk BPS guna menghasilkan data calon penerima bantuan yang benar- benar akurat sehingga tidak menimbulkan konflik horizontal di masyarakat.
"Kami memang masih terus menggodok soal data maupun waktu penyaluran BLSM di KBB ini. Tunggu saja, kami ingin agar semuanya berjalan lancar tanpa ekses," ujar Aos. (zam)