News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kebijakan LTV Untuk KPR Bisa Antisipasi Kemungkinan Property Bubble

Editor: Widiyabuana Slay
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Steven Greatness

TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Peraturan baru mengenai batasan besaran pinjaman atau loan to value (LTV) sektor properti untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tipe tertentu yang diusulkan Bank Indonesia mendapat berbagai tanggapan dari para pengembang Kalbar.

Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Kalbar, Junaedi Abdillah, menilai penetapan kebijakan LTV yang akan diberlakukan Bank Indonesia merupakan satu hal yang positif dalam rangka antisipasi kondisi property bubble yang tinggi atau kenaikan yang tidak wajar.

"Saya yakin kebijakan penetapan LTV satu di antaranya adalah menjaga stabilitas perbankan dan jangan sampai terjadi spekulan properti tinggi. Yang nantinya akan berdampak pada harga jual properti tinggi, akibatnya masyarakat kecil atau MBR akan sulit untuk mendapatkan rumah," ujarnya kepada Tribun, Minggu (14/7/2013).

Karena itu, Junaedi berharap kebijakan pemberlakuan LTV sebesar 70 persen keatas tidak diberlakukan pada rumah KPR program pemerintah atau rumah bersubsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Sementara untuk patokan penetapan LTV sebaiknya tidak berdasarkan tipe rumah seperti tipe 70 keatas tetapi berdasarkan pada harga jual rumah. Kenapa? Karena untuk tipe 45 di Pontianak rata-rata harga jualnya seharga Rp 200 juta beda dengan Jakarta atau kota besar lainnya yang bisa mencapai satu miliar rupiah keatas, paparnya.

Pada kesempatan yang sama, Junaedi tidak menampik adanya kejadian seperti yang diutarakan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalbar, Hilman Tisnawan beberapa waktu lalu. Menurut Hilman, pengembang cenderung menjual rumahnya dalam jumlah tertentu dengan harga tertentu pula pada satu komplek. Setelah itu, pengembang jual rumah lainnya dalam jumlah tertentu pada komplek yang sama dengan harga telah dinaikan.

"Kita tidak menampik hal demikian ada, Apersi yang notabene pengembang yang fokus pada perumahan MBR sulit untuk memainkan harga jual sesukanya. Karena memang sudah ada ketentuan harga yang mengatur dari Kemenpera. Kemungkinan itu pasti ada dan ndak terkontrol," jelasnya.

Kendati demikian, Junaedi menegaskan, dalam satu komplek perumahan tidak serta merta harga jual rumah sama, banyak hal yang mempengaruhi harga. Di antaranya, pertama dilakukan untuk promosi diberlakukan discount, kedua harga jual yang sebenarnya.

Selain itu, disebabkan biaya produksi akibat kenaikan harga dan lainnya membuat harga jual rumah dalam suatu komplek perumahan berbeda, serta hukum pasar yang berlaku.

Sebaliknya, Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Kalbar, Sukiryanto, menyatakan, hal demikian sangat sulit untuk dibedakan bahwa adanya permainan harga yang disebutkan Bank Indonesia. Sebab selama ini dalam pelaksanaan dengan bank belum ada masalah serta tetap mengacu ke prosedur yang lama.

"Maka lebih arif dan bijak duduk satu meja antara BI, developer dan lembaga konsumen biar sinkron bukan analisa sepihak yang dipakai. Karena semua mengacu kepada kepentingan masyarakat," ujarnya.

Sedangkan terkait kebijakan LTV, Sukiryanto memastikan akan mengakibatkan semakin terpuruknya daya beli konsumen terhadap properti. Apalagi kondisi sekarang penjualan rumah komersil dan Ruko menurun 30 sampai 40 persen.

"Ditambah adanya aturan LTV yang diusulkan oleh BI tentu akan lebih mengenaskan lagi. Harapan kami selaku pengembang harus adanya kebijakan dari pemerintah untuk mengangkat daya beli masyarakat," tuturnya.

Dikatakannya lagi, jika tidak maka penjualan rumah dan ruko akan turun drastis serta usaha properti masa depannya akan suram tidak lagi seperti di tahun 2012, bahwa usaha properti menempati urutan kedua setelah perdagangan dalam menguatkan perekonomian Indonesia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini