Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Doan Pardede
TRIBUNNEWS.COM SAMARINDA, - Komisi I DPRD Samarinda memfasilitasi Pertemuan sengketa lahan di Perum Bengkuring yang sudah berlangsung belasan tahun antara Perumnas dengan ahli waris Djagung Hanafiah, Chairil Usman di DPRD Samarinda, Rabu (17/7/2013). Chairul Usman, anak kandung Djagung Hanfiah menuntut Perumnas selaku pengembang Perumahan Bengkuring segera melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA), yang memenangkan kepemilikan tanah seluas 2,5 hektar atas nama Djagung Hanafiah.
Tampak hadir dalam pertemuan tersebut, Ketua Komisi I Suyadi, Wakil Ketua Komisi I, Ahmad Vanandza, para anggota Komisi I Samsudin Tang, Normansyah, Ilhamdi Noor, Samri Saputra, M Hatta, dan Marthen Rerung. Dari pihak Perumnas sendiri dihadiri langsung oleh General Manager (GM) Perumnas wilayah V Iskandar dan beberapa pejabat Perumnas lainnya.
Ditemui usai pertemuan, Ketua Komisi I Suyadi mengatakan, bahwa dalam pertemuan kali ini sudah ada langkah maju dari pertemuan - pertemuan sebelumnya. Dimana dalam pertemuan ini menurutnya, sudah ada pemikiran dasar bahwa pembebasan lahan yang dilakukan pihak Perumnas kepada ahli waris Djagung didasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
"Hanya saja memang, perlu diyakinkan kepada pihak Perumnas bahwa tanah ini bukan lagi di pinggiran kota tapi sudah didalam kota. Dalam business plan sudah menengah ke atas," kata Suyadi.
Sehingga lanjut Suyadi, maka harga yang ditentukan dalam pembebasan lahan besarannya sesuai dengan yang dituntut oleh ahli waris Djagung Hanafiah sekitar Rp 250 ribu/pirkan. Sementara itu, harga yang di berikan pihak Perumnas adalah Rp 130 ribu/pirkan.
"Saya kasih masukan karena rumah ini didalam kota, sudah layak dibangun untuk menengah ke atas. Sehingga dasar harga tanah otomatis akan naik," kata Suyadi.
Dengan demikian menurut Suyadi, tidak ada lagi permasalahan terkait putusan MA dan hanya tinggal penentuan harga pembebasan lahan.
"Tinggal sedikit lagi. Himbauan Komisi I, segera lakukan komunikasi ulang dan tanggal 23 Juli nanti sudah ada titik temu harga yang fix disepakati oleh kedua belah pihak. Kalau Komisi I berdarkan NJOP. Masalah rupiahnya biarkan mereka yang menentukannya," kata Suyad