News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Haul Seabad Paguyuban Pasundan

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sesepuh Jabar yang juga anggota Komisi X DPR Popong Otje Djundjunan didampingi Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Sunda Pusat Syarif Bastaman menyampaikan pandangannya pada acara Diskusi Amanat Lemah Cai di Hotel Preanger, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Rabu (20/2). Acara yang dihadiri bagian masyarakat Sunda yang tergabung dalam Paguyuban Pasundan, Daya Mahasiswa Sunda (Damas), Angkatan Muda Siliwangi (AMS), Pasundan Istri (PASI), Badan Musyawarah Masyarakat Sunda (Bamus Sunda) dan Gerakan Masyarakat Jawa Barat (Gema Jabar) itu menyampaikan 6 amanat (panggeuing) dalam bentuk Amanat Lemah Cai kepada kepala daerah yang terpilih pada Pilgub, Pilbup dan Pilwalkot demi masa depan di Jabar. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

TRIBUNNEWS.COM -- PAGUYUBAN Pasundan (PP) adalah organisasi masyarakat (ormas) Sunda yang tertua, terbesar dan tersebar serta paling populer. Berdiri pada 20 Juli 1913, jadi hingga kini tepatnya pada 20 Juli 2013 PP genap berusia satu abad (masa 100 tahun).

Ketika itu hari Minggu 20 Juli 1913 para murid STOVIA dengan para tokoh Sunda mengadakan pertemuan terbatas untuk membicarakan masa depan hal ikhwal masyarakat Sunda di rumah kediaman Daeng Kandoeroean Ardiwinata (D.K Ardiwinata) di gang Paseban-Jakarta. Pertemuan itu menghasilkan sebuah mufakat tentang pendirian PP dan sekaligus mengangkat D.K Ardiwinata sebagai Ketua (Hoofdredacteur bij de Commisie van de Volkslectur) dan perlu digarisbawahi pula bahwa keanggotaan tidak terbatas bagi orang Sunda. Untuk dibanggakan pula bahwa D.K Ardiwinata juga adalah seorang budayawan dan sastrawan terkemuka yang mengarang novel Sunda modern berjudul "Baruang ka nu ngarora".

Dalam kilasan sejarah rentang waktu seabad tentunya sangat panjang, bagi PP telah banyak berkontribusi bagi bangsa Indonesia, diantaranya sejak masa proklamasi kemerdekaan NKRI tercatat dengan tinta emas salah satunya ialah peran tokoh sentral Otto Iskandar Dinata (Si Jalak Harupat) populer dengan panggilan Otista yang pernah menjadi anggota Kabinet Pemerintahan Presiden Soekarno, oleh karena jasa dan sumbangsihnya yang besar bagi RI maka Pemerintah RI menganugerahi sebagai Pahlawan Nasional dan diabadikan dalam uang kertas pecahan nominal 20.000 rupiah dan dijadikan nama sebuah jalan raya di Kota Bandung, dan nama Stadion Olah Raga Sepak Bola di Kabupaten Bandung.

Semasa kepemimpinan Otista, PP mengalami puncak masa keemasan terutama di bidang politik praktis diantaranya dengan menempatkan beberapa orang wakilnya dalam Volksraad (Dewan Rakyat) dan di bidang pendidikan dan pengajaran diantaranya dengan mendirikan beberapa sekolah untuk pribumi yakni: Hollandsch Inlandsch School (HIS) pendidikan Sekolah Tingkat Dasar, MULO, Schakelschool, Inheemsche Muloschool dan sekolah-sekolah tersebut masih berdiri dengan tegak hingga kini dan telah menghasilkan ribuan alumni yang tersebar di dalam dan luar negeri. Dan kini PP telah memiliki Paguron Luhur (Perguruan Tinggi) antara lain; Universitas Pasundan (Unpas), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pasundan, dan Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Pasundan.

Dalam bidang budaya PP membentuk dan mengembangkan sebuah program yang dinamai Universitas Budaya Sunda, dengan maksud dan tujuan untuk memberikan pemahaman dan wawasan tentang Sunda ditinjau dari berbagai aspek baik itu bahasa, aksara, sastra, dan berbagai hal menyangkut masyarakat Sunda dari masa ke masa.

PP sejak berdiri hingga kini tetap concern sebagai garda terdepan dalam menjaga dan melestarikan tradisi (tali paranti) dan falsafah Sunda yang mengandung nilai kearifan budaya lokal dalam bingkai "luhung elmuna, pengkuh agamana, jembar budayana".

Dalam kurun waktu usia seabad PP pernah diketuai oleh beberapa tokoh penting, diantaranya: Pertama, Mas Dayat Hidayat (1913-1914). Kedua, DK Ardiwinata (1914-1916). Ketiga, Wirasaputra (1916-1918). Keempat, Puradiredja (1918-1920). Kelima, R Suria Diredja (1920-1924). Keenam, R Otto Kusuma Subrata (1924-1929). Ketujuh, R Otto Iskandar Dinata (1929-1945). Kedelapan, RS Suradiredja (1946-1969). Kesembilan, Hasan Wargakusumah, SH (1969-1970). Kesepuluh, R Mochtar Prawiradiredja (1970-1978). Kesebelas, RK Sukada Bratamanggala (1978-1983). Keduabelas, RK Sukada Bratamanggala dan R.Adjam Syamsoepardi (1983-1985). Ketigabelas, Prof Dr Ir H Toyib Hadimidjaja (1985-1990). Keempatbelas, D Kosasih Ardiwinata (1990-1995). Kelimabelas, H Aboeng Koesman (1995- 2000). Keenambelas, Drs H Ateng Sopala (2000). Ketujuhbelas, H A Syafei (2000-2010). Dan Kedelapan belas, Prof Dr H M Didi Turmudzi, MSi (2010-2015).

Suku Sunda adalah suku bangsa peringkat kedua yang memiliki kuantitas terbanyak setelah Suku Jawa. Suku Sunda adalah masyarakat asli yang mendiami Provinsi Jawa Barat dan Banten yang terbentang luas bahkan hingga Sunda Kalapa (kini DKI Jakarta). Oleh karena letak geografis dan geopolitis yang sangat strategis dekat dengan Ibu Kota Negara RI, maka mobilitas masyarakat dan pembangunan di daerah Jawa Barat dan Banten ini memungkinkan masyarakatnya untuk memiliki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni, pun dalam hal Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Selamat Haul yang ke seabad bagi Paguyuban Pasundan, semoga tetap dapat menjaga tradisi Sunda di tengah kuatnya arus globalisasi. Wallahu alam bish shawab. ***

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini