News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dipaksa Minum Urine dan Kotoran Manusia karena Dituduh Menyantet

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI

Laporan Wartawan Pos Kupang, Eginius Moa

TRIBUNNEWS.COM, RUTENG - Bau pesing manusia yang  sudah dicampur kotoran, disuguhkan untuk diminum pasangan suami istri (pasutri), Fransiskus Galis (59) dan Sabina Naut (58).

Itu terjadi di rumah Gendang (adat) Ling di Desa Golo Cador, Kecamatan Wae Rii, Kabupaten Manggarai, NTT, Senin (16/9/2013) sore.

Mereka dipaksa minum air seni, untuk menebus 'dosa' karena dituduh menyantet seorang remaja putra yang berubah rupa menjadi kucing, kemudian masuk ke kamar anak gadis di kampung itu.

Minum air kencing dicampur kotoran, dilakukan setelah Frans menyelesaikan hukuman memikul lesung seberat 35 kilogram.

Dia jalan kaki dari rumah ke rumah, mengelilingi kampung. Sambil jalan, Frans wajib berteriak meminta warga tak menirukan perbuatannya dan meminta maaf.

"Di hadapan kepala desa dan banyak tetua adat di Ling, saya dan istri saya dipaksa minum air kencing yang sudah dicampur kotoran manusia. Menjijikkan sekali, tapi kami harus minum," kisah Frans ditemani Sabina, bersama keponakan dan menantu, ketika menemui Pos Kupang (Tribun Network) di Ruteng, Senin sore.

Paulus Deo, Kepala Desa Golo Cador, dikonfirmasi melalui pesan singkat, Senin sore, belum memberikan jawaban. Begitu pula Camat Wae Rii, Servas Jahang, yang dikonfirmasi melalui pesan singkat ke nomor telepon seluler, belum memberikan tanggapan.

Sanksi adat itu bermula pada Senin (16/9/2013) sekitar pukul 01.00 WITA. Kala itu, rumah Frans didatangi Stefan, Pedi, Iren, Kalis, Nandes, Anglus Parat, Rikardus, dan Theodorus.  

Pintu rumah dinding papan setengah tembok, digedor dengan potongan kayu, untuk membangunkan Frans. Lantas, mereka merangsek masuk ke dalam rumah. Di antara mereka ada yang duduk, dan yang lainnya berdiri.

"Saya tanya ada apa? Jangan banyak omong, kita ke rumah gendang (rumah adat) sekarang," hardik salah satu di antara mereka.

Dikawal orang-orang tersebut, Frans jalan kaki sekitar 100 meter, lalu tiba di rumah gendang (rumah adat).

Di sana telah menunggu Paulus Deo dan delapan orang tua adat  yang dikenalinya, yakni Anglus Keraru, Yohakim Ajang, Bernadus Teo, Anglus Parat, Romanus Jumat, Benyamin Jemadu, Dominikus Angkar, Lukas Jehada, dan Yohanes Adat.

Peradilan adat dimulai. Frans yang hadir seorang diri, berada di tengah ruangan rumah adat, menghadapi tuduhan telah menyantet Jen, remaja pria  kelas I SMPN Timung.

Tuduhan itu mengejutkan Frans, yang sehari-hari menjajakan bawang merah dan bawang putih dari kampung ke kampung.

"Kata para tua adat dan kepala desa malam itu, saya  berpapasan dengan Jen pada Minggu malam, pulang pertemuan dari rumah gendang. Kemudian, saya menepuk pundaknya," tutur Frans menirukan tuduhan mereka.

"Malam itu juga, katanya muncul seekor kucing  di kampung itu. Kemudian kucing itu dikejar warga, lari sembunyi di kolong tempat tidur kamar anak gadis Anglus Parat. Katanya juga, kucing itu berubah wujud menjadi Jen, yang dituduh telah saya santet," urai Frans.

"Katanya mereka punya bukti rekaman di HP (handphone). Saya hanya sendirian menghadapi mereka, tidak bisa buat apa-apa. Saya menurut saja. Saya tidak dikasih kesempatan bela diri," papar Frans.

Frans diadili hingga Senin pagi.

"Saya minta izin pulang minum kopi di rumah, kemudian dijemput lagi ke rumah gendang," ujarnya.

Dia harus menjalani serangkaian hukuman yang akan diputuskan tua adat dan kepala desa. Frans  menjalani hukuman memikul lesung menemui warga dari rumah ke  rumah mengelilingi Kampung Ling.

Sambil berjalan, ia pun harus teriak minta maaf kepada warga dan mengimbau mereka tidak menirukan perbuatannya.

Frans ditemani istrinya, Sabina dan anak sulung, Isayas Efredi, yang mengikuti langkah Frans dari belakang memikul lesung.

"Jangan ikut saya santet orang, saya minta maaf," kalimat itu diucapkan Frans, setiap kali memasuki rumah warga di Ling yang dikelilinginya sekitar tiga sampai empat jam, mulai pukul 10.00 WITA, Senin pekan lalu.

Jalan kaki sambil memikul beban di pundak membuat stamina pria paruh baya nyaris ambruk ke tanah. Dua orang hansip yang diperintahkan kepala desa mengawasi hukuman Frans, memaksa Isayas, anak sulung Frans, membantu memikul lesung itu.

"Mereka (Hansip) katakan, Sais (Isayas) seperti Simon dari Kirene (dalam kisah sengsara Tuhan Yesus)," tutur Sabina menirukan kalimat hansip. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini