Berdasarkan dokumen dan catatan buku usang daftar pemakaman, Sumadi mencoba memetakannya. Buku tua bersampul cokelat sederhana itu berisi tulisan tangan miring nan rapi mencatat nama para penghuni makam sejak zaman dahulu.
Nama Alexander Noel Constantine, istrinya, serta Roy Hazlehurst tercatat sebagai penghuni Blok QQ 1/2. Dia pun mengurutkan berdasarkan catatan itu dipadukan dengan foto dokumentasi pemakaman yang dibawa Kedubes Australia.
"Saya tahu bahwa Blok QQ sekarang adalah lokasi yang dinamai Blok E," kata Sumadi. Menurutnya, nama blok QQ berubah menjadi blok E sejak sebagian kompleks makam dimanfaatkan sebagai Pura Wisata.
Petunjuk yang ditemukannya mengarah pada lokasi di sisi kanan pintu gerbang masuk TPU. Lokasinya tepat di depan kamar mandi/WC TPU. Hal itu berdasarkan urutan daftar nama dalam catatan buku tua tersebut. Hanya, saat diamatinya ternyata titik lokasi itu tidak terlihat seperti makam dengan nisannya.
Sumadi akhirnya mencoba mencangkul tanah di sekitar situ. Tak terduga, semeter di bawah tanah itu terdapat pondasi datar. Diduga pondasi keras itu merupakan liang kubur Alexander Noel Constantine, istrinya, serta Roy Hazlehurst.
Pantauan Tribun Jogja, petak tanah tersebut terletak di sisi utara, dekat dengan pintu masuk TPU berluas sekitar 1,4 hektare itu. Satu petak berukuran sekitar 1,5 x 2 meter, sedangkan satu lagi belum dapat diketahui ukurannya karena masih tertimbun tanah cukup tinggi.
""Saya kenal tempat ini sejak lama. Mereka (dari Kedubes Australia) menunjukkan foto saat pemakaman dan beberapa data. Dari situ saya bisa tahu persis di mana makam yang dimaksud," katanya.
Meski Sumadi telah menemukan lokasi yang diduga makam pejuang itu, namun pencairan itu beberapa tahun berikutnya terkesan mandek. Sejak 2005 hingga 2013, tampaknya pencairan tidak berlanjut. Sumadi menduga pihak-pihak terkait sedang sibuk. Dia juga memperkirakan pimpinan di TNI AU telah berganti beberapa kali sehingga upaya memastikan lokasi makam tidak dilanjutkan.
Sampai akhirnya pada 25 Agustus 2013 lalu datanglah Geoffrey Gold dan Titik Dwi Apriati Ningsih. Keduanya datang dari Melbourne (Australia), mengaku sebagai kemenakan Constantine. Mereka merupakan ahli waris Constantine, pilot Dakota VT-CLA yang membawa Adisutjipto dan beberapa lainnya pada 1947.
"Mereka mencari makam pamannya itu. Datang ke TPU atas petunjuk Monumen Perjuangan TNI AU di Ngoto," katanya.
Ketika ditemuinya, ahli waris Constantine itu diajaknya melihat lokasi yang pernah ditemukannya. Menurutnya, ahli waris itu mengeluh kepadanya, mengapa makam pamannya tersebut tidak mendapat perhatian. "Mereka lalu kembali menghubungi Mayor Sutikno di Monumen Ngoto. Mereka disarankan ke Kedubes," ujar Sumadi.
Sepekan lalu, menurut Sumadi, kedua ahli waris Constantine baru saja bertemu dengan pihak Kedubes Australia. Malam sekitar pukul 24.00, keduanya menelepon bahwa pihak kedubes akan datang usai Idul Adha untuk meninjau lokasi. Sumadi mengaku langsung meneruskan informasi itu ke kecamatan dan Dinas Kimpraswil.
"Dari situ ada kabar agar lokasi direhab. Mulai hari ini kami bongkar kamar mandi di dekat lokasi itu agar kelihatan makamnya," ujar Sumadi.
Pria yang mengaku sukarela menunggu dan mengurus makam itu selalu siap melaksanakan perintah. Dia juga memahami, rehab dan bersih-bersih lokasi disiapkan untuk menerima kunjungan usai Idul Adha mendatang. Meski demikian, Sumadi saat ini masih merasa ragu dan butuh pembuktian mengenai kebenaran lokasi itu.(ose)