Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Harismanto
TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU - Pelanggaran terjadi di media online, karena isu cepat yang tak sejalan dengan akurasi. Lalu juga didorong kompetisi untuk mendapatkan traffik, sehingga membuat judul-judul yang tak sesuai kode etik.
“Belum lagi soal konvergensi dan penulisan berita yang instan, yang hanya perlu 4W saja dan proses konfirmasi di berita kedua,“ ungkap Nezar dalam Seminar New Media dan Konvergensi Media, Sabtu (12/10/2013) di Gedung H Wan Ghalib Pustaka Wilayah Soeman HS, Pekanbaru.
Waktu berita AQJ pertamakali muncul dari traffict Polda, ungkap Nezar, media online menulis dalam kecelakaan itu ada putranya Ahmad Dhani. Sampai 4 jam kemudian, diketahui dia itu pelakunya. Sesuai kode etik harusnya tak boleh disebut namanya, nama orangtua dan istilah lainnya yang mengarah ke pelaku anak di bawah umur itu.
“Celakanya, hampir semua media online sudah terlanjur menulis namanya lengkap dan menyebut nama orangtuanya,“ ucap Nezar.
Sebagian media online, katanya, tetap meneruskan dan sebagian lain juga menulis inisial AQJ. Namun anehnya juga ditulis nama orangtuanya dan nama panggilan dia.
“Televisi sudah konsisten tak tulis nama dan tak tampilkan utuh wajah AQJ,“ ucap Nezar.
Oleh karena itu, Dewan Pers membuat panduan pemberitaan Kode Etik Media Siber, yang disahkan 7 asosiasi serta 30 media siber pada 3 Februari 2012.
Pertama, verifikasi dan keberimbangan berita, kepentingan publik, komentar pembaca harus ada registrasi, koreksi dan penyuntingan, ada ralat, koreksi dan hak jawab, ada pencabutan berita dan iklan.
“Berita tak bisa semena-mena dicabut, karena ada tanggung jawab moral. Kecuali terkait ancaman keamanan nasional, SARA, dan menimbulkan dampak yang luas,“ ujar Nezar.