Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muhammad Guci S
TRIBUNNEWS.COM -- SEORANG pria berjalan menggunakan jajangkungan atau egrang di Jalan Raya Cianjur-Bogor, tepatnya di perbatasan kedua kabupaten itu, Selasa (29/10/2013) siang. Ia mengenakan baju serbahitam dan menggunakan iket, penutup kepala khas Sunda. Di punggungnya dipasang bendera merah putih dan bendera bertuliskan Paguyuban Peduli Cianjur (PPC).
Sesekali pria yang menjadi pusat perhatian pengguna jalan, pemilik warung di pinggir jalan, dan wisatawan di kawasan Puncak itu turun dari "kendaraannya". Ia berhenti untuk melemaskan kedua kakinya. Perlahan tapi pasti, pria itu menyusuri turunan, tikungan, dan tanjakan Puncak untuk memasuki wilayah Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Pria itu bernama Asep Toha, aktivis antikorupsi sekaligus budayawan asal Kabupaten Cianjur. Didampingi seorang rekannya, Amut, pria yang kerap disapa Asto itu tak menghiraukan dinginnya kawasan Puncak demi satu tujuan. Bukan untuk mencari perhatian dan belas kasihan, ia melakukannya demi pemberantasan korupsi di Kabupaten Cianjur.
"Saya berjalan dengan egrang untuk menuju kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta," kata Asto kepada Tribun, di Jalan Raya Cianjur-Bogor, kemarin.
Asto mengatakan, kepergiannya ke lembaga yang dipimpin Abraham Samad itu dimaksudkan untuk mendesak KPK segera menangani kasus korupsi yang diduga melibatkan Bupati Cianjur, Tjetjep Muchtar Soleh. Menurut dia, orang nomor satu di Cianjur itu terlibat dalam kasus korupsi "Mamin Gate 2007-2010" yang saat ini belum tertangkap pelaku utamanya.
"Kami menganggap aparat penegak hukum yang menangani kasus korupsi ini, yakni Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, tidak serius untuk menyelesaikan kasus ini," kata Asto.
Ke KPK, Asto mengaku membawa sejumlah dokumen penting mengenai dugaan keterlibatan Bupati Cianjur dalam perkara Mamin Gate. Sebab, selain mendesak KPK untuk menangani kasus itu, ia ingin melaporkan secara langsung kasus itu kepada KPK.
"Penanganan kasus ini mandek hanya di dua orang yang tidak menikmati korupsi dari Mamin Gate. Namun pelaku utamanya hingga kini masih bisa menghirup udara bebas. Karenanya, KPK memiliki kewenangan untuk mengambil alih posisi kasus ini sesuai dengan UU No 30 tahun 2002 tentang KPK," kata Asto.
Aksi yang dilakukannya itu merupakan inisiatifnya sendiri dan tanpa ada paksaan dari pihak mana pun. Asto pun siap melawan pihak yang mencoba menghalangi keinginannya itu. Ia akan berhenti melakukan aksinya itu jika KPK yang mendatanginya dan menjamin sehari setelahnya langsung mengambil alih kasus korupsi yang melibatkan Bupati Cianjur itu.
"Ini bagian dari solidaritas masyarakat bahwa keadilan itu belum tegak. Saya yakin akan ada aksi yang lebih mantap dan lebih gila dari ini. Itu dilakukan selama sikap penegak hukum, baik kejaksaan maupun KPK, masih melakukan pembiaran kasus itu," kata Asto.
Sebelumnya, lima belas pemuda aktivis antikorupsi asal Kabupaten Cianjur juga berjalan kaki menuju kantor KPK. Tujuan nereka sama, yakni melaporkan kasus korupsi yang melibatkan Bupati Cianjur. Namun Asto memilih berjalan dengan egrang bukan tanpa alasan. Menurut dia, ada dua alasan egrang menjadi alat untuk pergi ke kantor KPK.
"Egrang itu adalah budaya Sunda dan permainan zaman dulu. Karena itu perjalanan dengan egrang ini mengibaratkan perjuangan masyarakat Kabupaten Cianjur untuk mendapatkan keadilan hukum meski prosesnya berat," kata Asto.
Selain itu, ujar Asto, perjalanan dengan menempuh jarak 110 km itu menggambarkan lambatnya proses dan penanganan hukum yang dilakukan penegak hukum terhadap kasus korupsi terutama Mamin Gate. Pasalnya, menurut Asto, dibutuhkan empat hari untuk sampai di kantor KPK menggunakan egrang itu.
"Diperkirakan Jumat saya baru sampai di kantor KPK. Dan kami ingin membuktikan apakah KPK itu ada di Kabupaten Cianjur atau tidak. Jika KPK tak merespons hal itu, maka lembaga antikorupsi itu tidak ada di Indonesia," kata Asto.
Asto mengatakan, tidak ada persiapan khusus dalam melakukan perjalanannya itu. Ia hanya mempersiapkan mental dan fisik dengan berolahraga selama satu minggu penuh. Namun ia siap menanggung semua risiko yang akan dihadapinya selama menempuh perjalanannya itu. Dari Cianjur, ia akan menuju Cisarua, Cibinong, Depok, dan kantor KPK.
"Saya hanya ditemani satu pendamping dan sejumlah obat-obatan. Rute yang akan saya lewati adalah jalan protokol yang menghubungkan Cianjur-kantor KPK," kata Asto.
Dalam kesempatan lain, Bupati Cianjur menolak berkomentar tentang aksi-aksi yang dilakukan sejumlah pemuda, termasuk Asto, yang melaporkannya ke KPK dengan menggunakan egrang. Menurut dia, hal tersebut tidak perlu ditanggapi lebih jauh.
"Ha-ha-ha, eta mah moal diwaler margi da ayeuna hari Sumpah Pemuda. Wios lah eta mah aya penegak hukum, nya," kata Tjetjep seusai peringatan Hari Sumpah Pemuda di Kantor Bupati, Jalan Siti Jenab, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur, Senin (28/10). (*)