TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar makin banyak menghadapi kasus. Setelah kasus suap di tujuh Pilkada diusut KPK sekaligus pencucian uang, muncul temuan baru atas kecocokan DNA Akil dengan ganja yang ditemukan di ruang kerjanya.
Tak hanya itu, Akil kini juga dilaporkan ke KPK lagi atas dugaan suap saat penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD). Pelapornya adalah Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
"Pada tanggal 31 Oktober 2013, 9 Hakim Konstitusi yakni Akil Mochtar dkk dan 5 Komisioner KPU SUMBA BARAT DAYA, NTT. dilaporkan TPDI ke KPK karena diduga telah menerima suap dalam persidangan sengketa pilkada Kab Sumba Barat Daya," tulis Koordinator TPDI Petrus Selestinus dalam pesan elektronik kepada Tribunnews.com, Sabtu (2/11/2013).
Alasan TPDI melaporlan Akil Cs yakni terdapat kejanggalan sikap majelis hakim Konstitusi yang dipimpin Akil dalam persidangan sengekta pilkada Nomor : 103/PHPU.D/XI/2013 yang telah diputus pada tanggal 29 Agustus 2013 yang lalu.
"Kejanggalan itu antara lain, pertama Akil Mochtar dkk telah menolak memeriksa 144 kotak suara yang sudah dibawa oleh KPU Kabupaten SBD ke dalam persidangan MK hanya karena alasan terlambat," lanjut Petrus.
Kedua, Akil Mochtar dkk tidak berinisiatif untuk mengeluarkan putusan sela guna memberi waktu yang cukup kepada KPU dan Pasangan KONCO OLE ATE untuk membawa 144 Kotak Suara sesuai dengan Hukum Acara MK yang berlaku.
Ketiga, Akil Mochtar dkk sama sekali tidak mempertimbangkan proses peradilan pidana yang sedang terjadi di Kejaksaan dan Pengadilan Negeri Sumba Barat terkait dengan dugaan pelanggaran pidana pemilukada yang putusan Pengadilannya kelak akan berpengaruh langsung kepada keabsyahan Keputusan KPU SBD dan bahkan Putusan MK itu sendiri.
"Keempat, rumusan Putusan MK yang isinya menolak seluruh permohonan pemohon KONCO OLE ATE, akan tetapi oleh Akil Mochtar dkk ditelah mencantumkan rumusan kalimat yang menyatakan Hasil Pemilukda Kabupaten SBD Tahun 2013 yang benar adalah Rekapitulasi sebagaimana dituangkan dalam BA Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Keptusan KPU Kab SBB tanggal 10 Agustus 2013 serta menyatakan Keputusan KPUD SBD no. 45/KPTS/KPUD-180.964761/2013 tentang penetapan pasangan calon terpilih dan memerintahkan KPU SBD melaksanakan putusan ini," lanjut Petrus.
Menurut Petrus, kalimat yang dirumuskan dalam amar putusan tersebut selain janggal dan menggambarkan ada kecenderungan Majelis Hakim untuk menyelamatkan Keputusan KPU SBD yang memenagkan Paket MDT-DT, juga sekaligus untuk menutup upaya Paket KONCO OLE ATE yangmeminta agar 144 Kotak Suara yang merupakan penggelembungan suara untuk Paket MDT-DT sebanyak 12.000 suara lebih tidak dapat lagi mengubah kemenangan Paket Calon MDT-DT dengan berlindung dibalik ketentuan yang menyatakan putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Padahal faktanya saat ini proses pidana mengenai 144 Kotak suara yang menggelembungkan suara Paket MDT-DT sebanyak 12.000 lebih itu hampir dipastikan terbukti secara sah karena Komisioner KPU Kab SBD telah mengakui tindakannya menggelembungkan dan telah meminta maaf sekaligus memohon dihukum seringan ringannya," lanjut Petrus.
Artinya jika putusan pidana kelak menghukum komisioner KPU SBD karena kejahatan penggelembungan suara yang merugikan Paket KONCO OLE ATE, sebagaimana sebelumnya pada tanggal 26 September 2013 KPU SBD sudah meralat keputusan tgl 10 Agustus 2013 dengan memenangkan Plket KONCO OLE ATE, maka persoalan hulum yang muncul adalah terjadi benturan antara putusan MK dengan Keputusan KPU SBD yang meralat dan Putusan Pidana yang menghukum Komisioner KPU karena kejahatan menggelembungkan suara Paket MDT-DT.
Oleh karena itu TPDI meminta Mendagri harus hati-hati dalam mengeluarkan Keputusan tentang siapa yang berhak menjadi Bupati SBD dalam posisi dilematis.
"Mendagri sebaiknya meminta Fatwa MA untuk menyikapi kondisi dilematis yang jika saja salah mengambil Keputusan maka tidak menutup kemungkinan konflik sosial akan meledak secara eskalatif dan sulit dibendung," pinta Petrus.
Jalan terbaik adalah Mendagri menunjuk seorang PLT sementara sebagai karateker Bupati SBD yang diambil dari putra daerah SBD NTT, sambil menunggu proses hukum di KPK dan di Majelis Kehormatan Hakim MK.