TRIBUNNEWS.COM – Raut muka Syarifudin Iskandar (49) tampak kusut, begitu ke luar ruangan tes CPNS di SMA Muhammadiyah, Kota Tasikmalaya, Minggu (3/11). Bapak beranak dua yang bertugas sebagai penjaga SD Setiamulya IV, Kecamatan Tamansari, ini mengaku tidak maksimal mengisi lembar jawaban. Terutama materi Wawasan Kebangsaan.
Keluhan pun ke luardari mulutnya yang kering. "Saya khawatir tidak lulus tes. Tadi kelamaan ketika mengisi lembar jawaban matematika. Saat mengisi lembar jawaban wawasan kebangsaan, waktu keburu habis, sehingga tidak semua terisi," ujar Syarifudin.
Syarifudin mengaku tak bisa membayangkan seandanya ia tidak lulus tes dan memupuskan harapannya untuk bisa menjadi PNS. "Saya sekarang hanya bisa berharap agar pemerintah pusat bijak. Yaitu memprioritaskan peserta yang sudah tua seperti saya. Kalau tidak lulus, bagaimana nasib saya ke depan," ujarnya.
Selama menjadi tenaga honorer kategori II di SD Setiamulya IV, Syarifudin hanya menerima honor sekitar Rp 400 ribu per bulan. Sebanyak Rp 150 ribu berasal dari pemerintah dan sisanya dari kebijaksanaan sekolah. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia terpaksa mengojek setelah sekolah bubar.
Keluhan senada dilontarkan sejumlah peserta lainnya yang usianya lebih dari 45 tahun. Mereka mengaku khawatir jika sampai tidak diterima menjadi CPNS. Apalagi pemerintah pusat sudah menyerahkan nasib yang tidak lulus ke pemerintah daerah.
"Kami khawatir nasib kami terkatung-katung nantinya. Kalau pun masih bekerja di sekolah, honor pun jelas berkurang karena tidak ada honor lagi dari pemerintah," kata Uan Suhendar (44), penjaga SD Nagarasari I, Kecamatan Cipedes.
Ai (47), tenaga honorer SD Bantar, Kecamatan Bungursari, bahkan berharap pemerintah pusat tidak melihat hasil tes sebagai patokan lulus tidaknya peserta.
"Tapi juga mesti melihat usia peserta, masa kerja serta kondisi ekomoni para tenaga honorer yang rata-rata termasuk golongan ekonomi lemah. Kalau diterima menjadi CPNS, setidaknya kami punya masa depan walau mungkin keburu pensiun dan menerima uang pensiun yang tidak seberapa. Tapi tentu saja hal itu jauh lebih baik, ketimbang tetap menjadi tenaga honorer yang honornya pun sangat kecil," kata janda beranak dua ini.
Wali Kota Tasikmalaya, Budi Budiman, hanya bisa berharap seluruh peserta tes yang berjumlah 631 orang bisa lolos semua. "Ketentuan terkait tes ini kan pemerintah pusat yang mengatur. Kami hanya pelaksana saja. Tapi saya tetap berharap seluruh peserta tes bisa diterima," ujar Budi.
Terkait nasib para tenaga honorer yang ternyata nanti tidak lulus, Budi tidak memberikan jawaban pasti. Budi mengatakan pihaknya akan menunggu dulu pengumuman dari pemerintah pusat.
"Kami tunggu dulu hasilnya karena masalah honor harus dibicarakan lagi dengan jajaran Pemkot maupun legislatif," ujarnya. (Tribun Jabar/stf)