TRIBUNNEWS.COM , JOMBANG - 130 Umat Budha yang tergabung dalam Keluarga Besar Theravada Indonesia (KBTI) ziarah ke Makam mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid di Ponpes Tebuireng Jombang dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 November, Sabtu (9/11/2013).
Rombongan menumpang belasan mobil tiba di Ponpes Tebuireng sekitar pukul 13.30 WIB. Begitu tiba, rombongan Umat Budha sekte Sangha Theravada Indonesia (STI) dipimpin Biksu Jayamedho langsung menuju kompleks makam di bagian belakang pondok.
Kedatangan rombongan sempat menarik perhatian para santri dan peziarah lain karena sekitar 20 anggota rombongan itu berkepala pelontos dan memakai kain terusan berwarna kuning dan putih.
Ke-20 anggota rombongan yang semuanya pelontos itu adalah para calon biksu laki-laki atau samanera (pakaian kuning) dan calon biksu perempuan atau silacarini (dengan pakaian putih).
Setiba di areal makam, seluruh rombongan memanjatkan doa di Makam Gus Dur yang menjadi satu dengan makam pendiri NU KH Hasyim Asyari (kakeknya) dan makam mantan Menteri Agama Wahid Hasyim (ayahanda Gus Dur). Mereka mengucapkan doa dengan lafal-lafal secara Budha.
Biksu Jayamedho usai ziarah menyatakan, kegiatan rombongan yang dipimpinnya adalah berdoa di Makam Gus Dur sekaligus Makam KH Hasyim Asyari dan Wahid Hasyim.
"Makam ini bukan Taman Makam Pahlawan (TMP), tapi ada dua pahlawan nasional. Sebaliknya, di TMP yang seharusnya untuk memakamkan pahlawan nasional, justru banyak dikebumikan orang-orang yang sebenarnya nonpahlawan,” ungkap Jayamedho.
Disinggung tentang Gus Dur yang hingga hari ini belum juga dinobatkan sebagai pahlawan nasional, Biksu Jayamedho menyebut itu terlalu tidak penting.
“Yang terpenting anak-anak bangsa menganggap beliau pahlawan. Bagi kami Gus Dur merupakan pahlawan. Semasa hidup, Gus Dur sangat berjasa bagi kemajuan demokrasi, menjaga kemajemukan, merawat toleransi antar umat beragama, dan sebagainya," pungkas Jayamedho.