Laporan Wartawan Surya M Taufik
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Kepala Polsek Patrang, Jember, Ajun Komisaris Mustamo, diduga memerkosa istri dari seorang terdakwa kasus pencurian dengan kekerasan.
Peristiwa itu, sebenarnya terjadi pada tahun 2011. Tapi baru kekinian mendapat perhatian serius dari Polda Jawa Timur.
"Kita sudah telusuri kasus tersebut, dan saat ini kasus itu masih dalam proses penyelidikan," kata Kabid Humas Polda Jatim Komisaris Besar Awi Setiyono, Sabtu (9/11/2013).
Menurutnya, sejauh ini sudah ada enam saksi yang diperiksa, termasuk kapolsek selaku terlapor dan kepada Propam Polres Jember yang bersangkutan mengelak tuduhan tersebut.
Kapolsek yang kekinian masih menjabat itu mengakui kalau pada Januari 2011, bertemu dengan ES, perempuan yang dikabarkan telah diperkosanya. Tapi waktu itu, ES meminjam uang Rp 2 juta untuk kebutuhan hidup selama suaminya ditahan di Lapas Bali.
"Menurut terlapor, saat memberikan uang itu juga ada dua saksi. Yakni anggota Polsek setempat dan dua saksi itu juga sudah diperiksa," sambungnya.
Awi mengakui, penyelidikan atas perkara ini cukup sulit sebab kasus itu terjadi Januari 2011 dan baru dilaporkan Mei 2012 atau lebih dari satu tahun.
"Karena antara peristiwa dan laporannya yang jaraknya begitu jauh, polisi kesulitan. Terurama dalam hal mengumpulkan alat bukti," tandas mantan Wadir Lantas Polda Jatim ini.
Sejauh ini, Propam Polres Jember juga belum menemukan bukti-bukti yang cukup untuk menjerat Kapolsek Patrang dalam kasus itu, namun Polda Jatim mengaku akan terus berupaya untuk mengungkap perkara ini.
Sebelumnya diberitakan, pristiwa itu bermula saat suami ES pada tahun 2011 lalu ditahan di Bali karena melakukan tindak pidana. Seusai menjenguk suaminya di Bali, ES diminta oleh suaminya untuk mendatangi Ketua Paguyuban Keluarga Sulawesi Selatan di Jember, yang dijabat oknum Kapolsek berinisial M tersebut.
"Saya saat itu langsung menghubungi M, dan meminta untuk bertemu. Saya telepon dia dan bilang kalau mau menyampaikan amanah suami saya. Namun saat itu M mengaku sedang sibuk bertugas," kenang ES.
Setelah beberapa kali dihubungi kembali, akhirnya M menemui ES di depan apotek di Jalan Gajah Mada. "Saat itu saya diminta untuk naik ke dalam mobil milik M. Dia bilang, enak ngobrol di rumah saya. Waktu itu saya tidak curiga sama sekali," kata ES.
Setibanya di rumah M, ES diminta untuk menaruh anaknya yang sedang tidur di dalam kamar M. Setelah anaknya ditaruh, M kemudian mengajak ES untuk mengobrol di ruang tamu. "Waktu itu saya sampaikan amanah suami saya bahwa mau meminjam uang Rp 2 juta kerukunan kas dari keluarga paguyuban," katanya.
Setelah menyampaikan amanah suaminya, ES kemudian berdiri untuk mengambil anaknya di dalam kamar M. "Tiba- tiba saya didorong dan dipeluk M. Saya berontak dan teriak 'Jangan Pak, saya punya suami'. Dia terus memaksa saya dan memegang saya. Saya terus berontak dan langsung diperkosa sama dia," ucap ES sambil menangis.
ES mengaku sempat disekap di rumah M hingga lebih kurang 10 jam, dan diperkosa hingga empat kali. "Waktu itu saya dan anak saya dikunci di dalam kamar. Saya teriak-teriak dan meronta, tapi saya tidak bisa apa-apa. Saya diperkosa sampai empat kali, setelah saya diperkosa, kemudian dikunci di dalam kamar. Dan begitu dia pingin masuk kamar lagi dan saya dipaksa digituin hingga empat kali," ungkapnya dengan terus menangis.
Hingga akhirnya sekitar pukul 4.30 pagi, ES diantar M pulang ke rumahnya. "Waktu itu saya diancam dan diminta untuk tidak melapor. 'Kalau kamu laporan, karier saya pasti habis'," katanya menirukan ucapan M.