TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Dana bantuan operasional sekolah (BOS) serta dana bantuan lain dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kota Bandung dinilai belum mencukupi untuk mewujudkan pendidikan gratis bagi pelajar di tingkat SD hingga SMA/SMK.
Akibatnya, sekolah masih melakukan "kucing-kucingan" untuk pendanaan sekolah, terutama pada saat pendaftaran siswa baru.
"Dana BOS yang diluncurkan selama ini kurang memadai. Hingga saat penerimaan peserta didik baru selalu muncul pungutan dan ini selalu jadi sorotan," kata Ketua Dewan Pendidikan Kota Bandung (DPKB), Kusmaeni Hartadi, saat memaparkan hasil penelitian "Standar Biaya Pendidikan Kota Bandung" di Sekretariat DPKB, Jalan Matraman, Selasa (12/11/2013).
Menurut dia, dari hasil penelitian yang dilakukan DPKB bersama dengan sejumlah pakar pendidikan, seperti Prof Nanang Fattah, Prof Endang Sutari, Dr Cecep Darmawan, dan Dr Abubakar, pada November 2012 hingga Agustus 2013, diperoleh rekapitulasi unit cost biaya operasional nonpersonal yang dibutuhkan siswa mulai tingkat SD hingga SMA/SMK. Unit cost ini jauh lebih banyak daripada dana BOS yang diberikan pemerintah.
"Karena tidak sesuai dengan kebutuhan ini, sekolah masih melibatkan orang tua siswa dalam pendanaan," katanya.
Dicontohkannya, dari dana BOS pusat, setiap murid SD mendapat Rp 560 ribu, dari bantuan Pemprov Rp 25 ribu, dan dari Pemkot Rp 135 ribu per murid/tahun. Total dana bantuan sebesar Rp 740 ribu/murid/tahun. Menurut hasil penelitian, ternyata biaya operasional nonpersonal murid SD membutuhkan Rp 1,7 juta/murid/tahun.
Untuk siswa SMP, dari dana BOS pusat Rp 710 ribu, dari Pemprov Rp 127.500, dan dari Pemkot Rp 350 ribu dengan total Rp 1.287.500/siswa/tahun. Jumlah tersebut jauh dari hasil penelitian yang menunjukkan biaya operasional nonpersonal siswa SMP mencapai Rp 3.050.000/siswa/tahun.
Yang dimaksud biaya operasional ini contohnya adalah untuk kegiatan belajar mengajar, buku- buku, peralatan tulis, dan sebagainya. Belum lagi untuk biaya investasi seperti untuk biaya bangunan sekolah.
"Jadi dana bantuan pemerintah ini hanya kira-kira. Kalau kurang, tambah. Kurang, tambah. Bukan dari hasil penelitian, padahal kebijakan harus didasari dari hasil penelitian, bukan kira- kira," katanya.
Menyikapi hasil penelitian ini, ujarnya, Pemkot Bandung harus mengetahui bahwa kebutuhan agar siswa benar-benar bisa merasakan sekolah gratis bila biaya yang diberikan sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Dengan begitu, Pemkot Bandung bisa mengeluarkan regulasi agar sekolah tetap bisa membuka ruang partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan.
"Bentuknya aturan, berdasarkan kesepakatan antara komite sekolah, dewan pendidikan dan inspektorat. Jangan biarkan sekolah main ucing-ucingan. Karena tidak mungkin Bandung Juara tanpa pembiayaan yang memadai," katanya.
Sekretaris DPKB, Irianto, juga mengatakan, dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional sebenarnya telah dijelaskan bahwa pendanaan pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Namun peran serta masyarakat dalam pendanaan pendidikan harus ada batasan. Tidak boleh ada aturan besaran biaya/dana, dan tidak boleh ada waktu yang mengikat serta tidak boleh ada sanksi. (tif)