Laporan Wartawan Surya,Sudarma Adi
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Sidang perdana kasus kerusuhan Syiah-Sunni di Kecamatan Puger digelar di PN Surabaya. Dakwaan yang berbeda, membuat sidang digelar terpisah dalam lima berkas.
Sidang perdana yang pertama adalah sidang dari kelompok Syiah dengan tujuh terdakwa, yakni Romli Hidayat (guru Ponpes Darus Solihin), Sulam Taufik (counter ponsel), H Ahmad Rofik (pelayar), Abdurohim (nelayan), Sugito (nelayan), Solikin (nelayan), Lukman Hakim (kuli angkut).
Dalam sidang itu, mereka terlihat canggung sehingga meski Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eko Wahyudi telah membacakan berkas dakwaan, mereka tak paham jeratannya.
"Bagaimana, paham dengan dakwaannya ?" jelas ketua majelis hakim, Suhartoyo dalam sidang, Rabu (4/12/2013).
Mereka lalu terdiam dan setengah bingung dengan pertanyaan hakim. Mereka lalu mengaku tak mengerti dan minta dijelaskan.
Lalu hakim meminta JPU mengulangi inti dakwaan pada para terdakwa itu. Tak lama, mereka diminta untuk berkonsultasi dengan kuasa hukumnya, Hosnan, terkait pengajuan eksepsi atau tidak.
"Kami akan mengajukan eksepsi minggu depan," terang Hosnan yang mewakili LBH Surabaya ini.
Dalam sidang itu, puluhan polisi ikut mengamankan jalannya persidangan itu.
Adapun dalam dakwaan pada tujuh tersangka, JPU membeberkan perbuatan mereka. Kejadian itu berawal pada Rabu (11/9/2013) lalu, dimana Romli Hidayat dkk sedang berpawai terkait acara 17 Agustusan di Kecamatan Puger.
Lalu terdakwa ditelepon kalau rumahnya dirusak massa kelompok pengajian Nurul Mustofa pimpinan Ahmad Fauzi (NU).
Terdakwa dkk kemudian membalasnya dengan mengejar beberapa warga yang diduga melakukan perusakan, termasuk warga bernama Eko Mardi.
Dengan membawa kayu dan celurit, mereka memburu Eko (yang ternyata bukan pelaku perusakan) dan menghajarnya hingga meninggal dunia.
"Para terdakwa dijerat pasal 170 ayat 1 atau pasal 351 KUHP," pungkas JPU Eko Wahyudi.