News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Di Balik Pesona Gunung Rinjani, Ancaman Banjir dan Longsor Mengintai

Penulis: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wisatawan sedang menikmati udara segar di Desa Sembalun Lawang di kaki Gunung Rinjani. Siapa sangka di balik pesona keindahan Gunung Rinjani, warga desa ini selalu waspada dengan ancaman banjir dan longsor.

Kabupaten Lombok Timur misalnya, hasil pemetaan Indeks Rawan Bencana Indonesia  (BNPB, 2012) memperlihatkan bahwa daerah ini memiliki skor 84 dalam hal kerawanan bencana (alam maupun non alam) dan menempati urutan 54 di Indonesia.
Sembalun Lawang merupakan salah satu desa dari empat desa di Kecamatan Sembalun dengan karakteristik berbukit dan berada di bawah kaki Gunung Rinjani serta berbatasan langsung dengan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).

Sebagaimana diketahui, Gunung Rinjani dan sejumlah gunung kecil di sekitarnya termasuk salah satu deretan gunung berapi yang masih aktif di Indonesia apalagi sejak keberadaan  Gunung Baru Jari”.

Dengan kondisi wilayah demikian, memberikan gambaran bahwa Sembalun Lawang merupakan desa dengan potensi ancaman tinggi untuk jenis bencana seperti : gunung meletus, longsor dan banjir.

"Datangnya banjir kadang sulit diduga. Dua tahun lalu, ketika cuaca lagi panas-panasnya, tiba-tiba  datang banjir," kata Mawardi, Camat Sembalun di sela simulasi hadapi bencana yang melibatkan ratusan warganya.

Irwan Firdaus dari Oxfam Indonesia bertutur, persoalan bencana tidak dapat dilihat sebagai tanggung jawab pemerintah semata jika diletakkan pada trend pembangunan saat ini yang mensyaratkan pentingnya keterlibatan masyarakat.

Diakui atau tidak, praktik perencanaan penanggulangan kebencanaan di Indonesia hingga saat ini masih menempatkan masyarakat sebagai sasaran kebijakan semata. Bahwa, masyarakat hanya diposisikan sebagai  obyek’ mobilisasi ketika simulasi tanggap darurat dilakukan atau  korban’ yang harus dibantu pada saat atau paska kejadian sebuah bencana.

"Makanya tidak heran jika partisipasi masyarakat dalam persoalan penanggulangan bencana masih tergolong rendah," tutur Irwan Firdaus. .

Berdasar keprihatinan ini, diperlukan upaya strategis untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program Pengurangan Risiko Bencana (PRB).

Logikanya, masyarakat yang berada di sekitar wilayah rentan ancaman bencana merupakan subyek utama yang harus mampu menolong dirinya sendiri pertama kali ketika bencana terjadi. Sementara bantuan luar hanyalah sebagai faktor pendukung yang sifatnya meringankan beban mereka. 

"Karena itu, upaya-upaya penggalian kapasitas dan kerentanan lokal menjadi penting untuk dilakukan sebagai langkah awal untuk memahami kondisi terkini masyarakat dan lingkungannya dalam kerangka pengurangan risiko bencana," tutur Cici Riesmasari dari Oxfam Indonesia.

Tim Siaga Bencana Daerah (TSBD) dibentuk untuk memberikan pelatihan evakuasi korban bencana,  latihan membikin tenda pengungsian, menyuplai logistik, memberikan pertolongan kesehatan secara darurat dan macam-macam lainnya.

Kades Sembalun Lawang Mohammad Idris bertutur, sebelum perintah mengungsi diumumkan, warga desa diberi pengetahuan tanda-tanda datangnya banjir dan ancaman longsor.

Antara lain bila hujan turun tiga hari berturut-turut, ketinggian permukaan air Sungai Pusuk dan Bale  Ijuk mencapai satu meter atau lebih dan air parit meluap ke persawahan.

Status siaga ditetapkan bila Sungai Pucuk dan Bale Ijuk sudah meluap. genangan air menutupi persawahan dan ketinggian air mencapai minimal 0,5 meter.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini