Tribunnews.com, Palangkaraya — Sebagian warga Palangkaraya, Kalimantan Tengah, lebih memilih antre minyak tanah minimal dua jam daripada menggunakan elpiji. Harga elpiji yang semakin mahal membuat para pengguna kompor minyak tanah itu kian enggan memakai bahan bakar gas.
Berdasarkan pantauan, antrean panjang terlihat, misalnya di pangkalan minyak tanah di Km 7 Jalan Tjilik Riwut, Rabu (8/1/2013). Lebih dari 100 warga antre di bawah terik matahari dengan membawa tiga hingga lima jeriken. Antrean mengular di pinggir salah satu jalan utama di Palangkaraya itu. Sebagian besar pembeli antre dan memakai payung untuk menghindari sengatan matahari.
Harga elpiji dengan tabung kemasan 12 kilogram (kg) di Palangkaraya sempat mencapai Rp 150.000 atau lebih tinggi Rp 50.000 setelah dinaikkan. Adapun harga elpiji 3 kg saat ini sebesar Rp 36.000-Rp 39.000.
Waji (67), warga Kelurahan Bukit Tunggal, Kecamatan Jekan Raya, mengatakan, ia mengantre minyak tanah sejak sekitar pukul 13.00. "Bisa dua hingga tiga jam kemudian baru dapat minyak tanah. Minyak tanah dipasok ke pangkalan dua minggu sekali. Setiap pembeli dijatah maksimal 15 liter," ujarnya.
Menurut Waji, jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 20 hari. Minyak tanah dijual seharga Rp 4.000 per liter. Pembagian kompor gas untuk elpiji dengan tabung kemasan tiga kilogram di Kelurahan Bukit Tunggal belum merata. Karena itu, masih banyak warga yang tetap menggunakan kompor minyak tanah.
Wahyu (40), warga Kelurahan Bukit Tunggal yang ikut mengantre, menjelaskan bahwa ia masih menggunakan kompor minyak tanah. Kompor gas telah dibagikan pemerintah, tetapi dalam keadaan rusak. Ia belum punya uang untuk memperbaiki kompor gasnya. Terlebih lagi, harga elpiji baru-baru ini dinaikkan.
Fitria (32), warga Kelurahan Menteng, Kecamatan Jekan Raya, mengatakan, jika minyak tanah dipasok ke pangkalan di Jalan Galaxy Raya, ia sudah tiba sekitar pukul 09.30. Fitria biasanya baru mendapatkan minyak tanah sekitar pukul 14.00. Panjang jajaran jeriken jika warga mengantre bisa mencapai 30 meter.
Menurut Fitria, harga minyak tanah di pangkalan sebesar Rp 4.000 per liter. Setiap pembeli hanya dijatah lima liter. Minyak sebanyak itu hanya cukup untuk seminggu. "Pangkalan hanya buka sebulan sekali. Kalau buka, minyak tanah dalam sehari langsung habis," ujarnya.
Fitria melanjutkan, sejumlah kupon untuk membeli minyak tanah disebarkan di Kelurahan Menteng. Akan tetapi, pendistribusian kupon tak merata. "Ada yang dapat, banyak pula yang tidak kebagian. Pembeli dengan kupon diutamakan dan jatahnya lebih banyak, hingga 10 liter," katanya.
Setelah semua pemegang kupon membeli minyak tanah dan masih ada sisanya, warga lain baru bisa mengantre. Akan tetapi, kriteria penerima kupon tidak jelas. Fitria berharap, minyak tanah bisa didapatkan dengan mudah. Kalaupun membeli di warung, maka harganya diharapkan jangan terlalu tinggi.