Laporan Wartawan Tribun Jogja Puthut Ami Luhur
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Edy Sumarno, tersangka korupsi pupuk bersubsidi di Yogyakarta senilai Rp 800 juta, diduga memalsukan surat kematian dirinya sendiri agar terhindar dari jerat hukum.
Sangkaan tersebut, berasal dari temuan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, dimana surat kematian yang dijadikan dasar penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) ternyata abal-abal.
Kekinin, tim penyidik yang kembali menangani kasus tersebut, setelah terbit surat perintah penyidikan (sprindik) baru, sedang melengkapi mengenai sangkaan itu dalam berkas pemeriksaan.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DIY Suyadi menyatakan, dari hasil penyidikan tersangka korupsi pupuk bersubsidi dapat dianggap menghindari pemeriksaan atau menghalang-halangi penyidikan.
Caranya, dengan memberikan surat kematian palsu sehingga mengesankan dirinya seolah-olah sudah mati.
"Yang bersangkutan kami anggap menghindari pemeriksaan atau menghalang-halangi penyidikan dengan memberikan surat kematian palsu," kata Suyadi saat ditemui wartawan di Gedung Kejati DIY belum lama ini.
Mengenai apakah ada pihak lain yang terlibat, termasuk dari lingungan internal Kejati DIY. Ia akan melihat dulu perkembangannya karena membuat keterangan palsu, pasti ada pihak lain yang terlibat.
"Perbuatan semacam ini kan tidak dilakukan sendiri, ada orang lain yang membantu. Cuma bagaimana perkembangannya lihat saja nanti seperti apa," tambahnya.
Edy Sumarno, ditetapkan sebagai tersangka korupsi pupuk bersubsidi senilai Rp 800 juta karena tidak menyalurkan pupuk tersebut sebagai mana mestinya. Tindakan tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian negara.
Penyidikan terhadap yang bersangkutan dihentikan, saat Kepala Seksi Penyidikan Kejati DIY dijabat oleh Dadang Darussalam dan Kajati DIY saat itu M Ali Muntohar. Penghentian penyidikan dari terbitnya SP 3, berdasar dari surat kematian tersangka.
Namun, saat jaksa perdata Kejati DIY berusaha mengklarifikasi data, menyiapkan gugatan kepada ahli waris untuk mengembalikan kerugian negara, terdapat suatu keanehan.
Pihak aparat Desa Sinduadi Mlati Sleman menyatakan, bahwa surat kematian seperti yang diberikan pihak keluarga Sumarno sudah tidak lagi digunakan selama bertahun-tahun.
Selanjutnya, jaksa juga menemukan yang bersangkutan masih hidup. Saat mengklarifikasi langsung ke alamat yang dimaksud, Sumarno ternyata ada di daerah Pogung Baru.
Kajati DIY Suyadi kemudian menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk membuka kembali kasus tersebut.