TRIBUNNEWS.COM, PANDEGLANG - Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah (52), yang kini menjadi penghuni terungku Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ternyata memiliki kekayaan yang luar biasa.
Betapa tidak, "Sang Ratu" ternyata memunyai dua pulau di wilayah Pandeglang, Provinsi Banten. Pulau itu ialah, Pulau Liwungan dan Pulau Popole. Tapi sejak Atut menjadi tahanan KPK, kondisi kedua pulau itu telantar.
Pulau pertama yang dimiliki keluarga Atut adalah Pulau Liwungan, yang berlokasi di Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang.
Untuk mencapai pulau itu, bisa ditempuh melalui Tanjung Lesung dalam waktu setengah jam apabila menggunakan kapal wisata milik warga.
Sementara Pulau Popole, bisa ditempuh dari Tanjung Lesung dalam waktu tiga jam dengan kapal yang sama. Pulau Popole ini letaknya di Kecamatan Labuan, juga Kabupaten Pandeglang.
Sebenarnya, untuk menuju Pulau Popole lebih enak ditempuh dari Kampung Karangsari, RT 04/07, Desa Cigondang, Kecamatan Labuan. Dari situ waktu tempuhnya hanya setengah jam naik perahu dengan kekuatan mesin 10 PK.
Pulau Liwungan dan Pulau Popole ini, sama-sama dijaga pasutri berusia lanjut. Penjaga Pulau Liwungan adalah Jarkan (75) dan Siti Aisyah (60), warga Kampung Citeureup, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pande-glang.
Mereka baru tiga bulan menjaga pulau itu, menggantikan penjaga pulau sebelumnya yang mengundurkan diri karena matanya sudah sulit melihat.
Sedangkan penjaga Pulau Popole adalah pasutri Sapri (65) dan Yunti (45).
Jarkan menceritakan, penanggungjawab kedua pulau itu bernama Ipah, seorang perempuan berusia 60-an tahun. Ipah adalah keluarga Ratu Atut. Ipah pula yang mempekerjakan Jarkan.
Pulau Liwungan, kata Jarkan, menurut Ipah memang milik keluarga Ratu Atut. Tapi soal kepemilikannya, masih simpang siur karena ada yang menyebutkan bahwa pulau itu adalah milik keluarga Ratu Atut.
Tapi Jarkam mendengar pula, bahwa Pulau itu milik orang lain yang disewa keluarga Atut.
Konon kabarnya pulau itu disewa selama 25 tahun. Sekarang sudah masuk tahun ke-20. Berarti lima tahun lagi masa sewanya habis.
"Tapi, dulu ada informasi bahwa almarhum Chasan (ayah Atut), pernah mengatakan kepada warga bahwa dia punya sertifikat hak milik Pulau Liwungan," kata Jarkam.
Mursyid (64), salah seorang warga Tanjung Lesung, mengatakan, tadinya Chasan Sochib memang menyewa Pulau Liwungan untuk ditanami pohon kelapa.
Makanya, banyak pohon kelapa di pulau itu. Tapi, kemudian usaha budidaya kelapa itu tak diteruskan lagi.
Kekinian, kelapa-kelapa itu cuma jadi bagian wisata. Pengunjung yang mau memetik kelapa harus membayar Rp 5 ribu.
Peri Hardiki (31), warga Tanjung Lesung lainnya, menyebut Pulau Liwung milik keluarga Atut. Menurut cerita orangtuanya, setiap Chasan Sochib datang ke Tanjung Lesung, selalu menceritakan bahwa dia memiliki sertifikat hak milik Pulau Liwungan. "Itu pernah diucapkan di pertemuan-pertemuan di desa," kata Peri.
Kekinian, keluarga Peri yang dipercaya mengelola Home Stay dan perjalanan wisata ke Pulau Liwungan dan Popole. Peri bertugas sebagai operator kapal dan pengantar wisatawan. (ot/gps)