TRIBUNNEWS.COM, KEDIRI - Mbah Trimo hanya bisa tiduran di salah satu ranjang RSUD Pare, Jumat (14/2/2014) pagi. Pria renta berusia 75 tahun ini memang sudah tidak bisa berjalan, karena lumpuh. Kini ia aman, padahal beberapa jam sebelumnya nasibnya tak menentu di bawah guyuran hujan abu dan batu yang disemburkan Gunung Kelud.
Hiruk pikuk terjadi di Dusun Kenteng Barat, Desa Besowo, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, Kamis (13/2/2014) malam. Gemuruh yang digelorakan kawah Gunung Kelud seperti meneror warga dusun yang masuk zona bahaya di bawah 5 kilometer dari kawah itu.
Ketika warga lain mulai berbodong-bondong menyingkir dari dusun itu menuju zona aman, keluarga Mbah Trimo bingung sendiri. Di rumah itu, Mbah Trimo tinggal bersama istrinya, Sujiah, putrinya Yoga Watini dan sang cucu yang masih balita, Ketut Eko Saptoro.
Bagaimana tidak bingung, kondisi Mbah Trimo yang sudah lumpuh itu tidak memungkinkan untuk dibawa serta. Sujiah dan Yoga tidak mungkin menggendong pria itu. Padahal, waktu sudah semakin habis, karena sewaktu-waktu isi perut Gunung Kelud bisa menimpa dan membinasakan mereka.
Saat itu, hujan abu dan kerikil sudah semakin deras. Mbah Trimo pun sadar situasi. Ia tidak mau mengungsi tetapi tidak mungkin juga mengorbankan orang-orang tercintanya hanya untuk menunggui dia yang sudah renta itu. Akhirnya dengan berat hati, Sujiah, Yoga dan Ketut, ikut mengungsi bersama warga lain ke tempat yang aman.
Tinggallah Mbah Trimo yang tergolek di ranjangnya, tanpa siapa pun di sampingnya. Waktu itu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB.
"Saya pesan sama keluarga, kulo pasrah kalih Sang Hyang Widhi mawon (saya pasrah pada Tuhan saja). Kondisi saya memang begini," kata Mbah Trimo saat ditemui di RSUD Pare pagi kemarin.
Mbah Trimo mengaku malam itu tidak bisa berbuat apa-apa. Ia sudah siap bila ajal menjemputnya malam itu.
"Kalau Sang Hyang Widhi menghendaki nggih monggo," ucapnya lagi.
Untunglah, dalam perjalanan menuju tempat pengungsian, para tetangga Mbah Trimo bertemu dengan petugas polisi dan TNI. Mereka pun melaporkan keberadan pria yang ditinggal sendirian di rumahnya. Akhirnya, anggota polisi dan TNI itu bergegas ke rumah Mbah Trimo dan memaksanya ikut mengungsi.
"Kulo dipendhet pak polisi," katanya.
Malam itu juga, Mbah Trimo dilarikan ke RSUD Pare. Dr Wahid, dokter jaga malam, menuturkan bahwa pasien tiba pukul 23.00.
"Kondisinya memang sakit dan tak bisa berjalan," katanya.
Keharuan lain juga terjadi di tengah upaya pengungsian warga dari. Rahmat, seorang warga Pujon, Kabupaten Malang, mengatakan teman satu pengungsi melahirkan saat berada di truk yang melaju menuju tempat pengungsian.
Menurut Rahmat, perempuan bernama Rofiano Yahan itu melahirkan bayi laki-laki. Oleh warga, ia langsung dibawa ke sebuah puskesmas di Pujon.
"Saat di atas truk, dia melahirkan. Bayinya laki-laki. Alhamdulillah selamat dan lancar," kata Rahmat.
Kepanikan lain sempat menghinggapi tim relawan di Kabupaten Malang. Hal ini karena ada 100 warga Dusun Ngramban, Desa Baturejo, Kabupaten Malang yang belum bisa dievakuasi. Anggota Karang Taruna Baturejo, Kecamatan Ngantang Patricia Aris Senjayani, Jumat, mengatakan masih ada sekitar 100 jiwa di daerah itu yang belum dievakuasi dari kawasan tersebut. Desa Baturejo berada sekitar 7 kilometer dari puncak Gunung Kelud.
"Akses jalan dan medan untuk menuju Desa Baturejo, khususnya di RT 157 memang cukup sulit karena jalannya menanjak. Tadi pagi sudah ada truk yang datang, tapi kembali lagi karena tidak mampu naik ke lokasi," ujarnya.
Selain sekitar 100 jiwa yang masih terjebak dan belum dievakuasi, lanjutnya, ada ratusan ekor ternak sapi perah yang juga belum ada tanda-tanda dievakuasi.
"Namun kami tidak memikirkan itu, yang terpenting jiwa manusia harus diselamatkan terebih dahulu," ujarnya.
Populasi ternak sapi perah di desa tersebut cukup banyak karena hampir 90 persen penduduknya hidup dari beternak.
Lebih lanjut Patricia mengatakan berdasarkan laporan anggota Karang Taruna Baturejo lainnya, di kawasan itu suhu udaranya makin panas.
"Kami berharap petugas segera melakukan evakuasi agar mereka bisa terselamatkan," ucapnya.
Titik terang atas nasib ke-100 jiwa itu akhirnya diperoleh. Hafi Lutfi, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Malang, mengatakan mereka sudah dievakuasi.
"Semua warga itu sudah berada di tempat aman,” katanya.
Ia mengatakan, saat ini pihaknya berkonsentrasi untuk menyediakan makanan dan menjamin kesehatan pengungsi. Ia mengatakan, pengungsi saat ini membutuhkan makanan bayi dan pembalut wanita.
"Jika ada yang ingin memberi bantuan ya bisa langsung ke posko atau ke masyarakat," ujarnya.