Laporan Tim Liputan Khusus Surya
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Perdagangan satwa langka masih saja terjadi di Indonesia.
Di Jawa Timur, penjualan satwa dilindungi malahan secara mudah ditemukan di sejumlah pasar burung di kota-kota besar, mulai dari Surabaya, Sidoarjo, hingga Malang.
Di Sidoarjo, Surya memantau perdagangan satwa lindung itu di Pasar Larangan.
Surya, mendapati beberapa pedagang secara terang-terangan menjual burung Nuri Kasturi (Lorius lori) dan beo (Dracula religiosa) di Pasar Larangan.
Dua burung ini, masuk daftar dilindungi. Meski begitu, penjual santai saja menawarkan dengan cara memajang dan memamerkannya pada pengunjung pasar.
Terlihat sekali penjual tidak khawatir ada razia atau tepergok petugas yang menyamar.
Seorang penjual burung Beo mengatakan, peminat burung yang pandai menirukan suara orang itu cukup banyak.
Ia punya seekor, tapi sudah berada di tangan kolektor. "Laku Rp 1 juta. Yang beli titip, nanti mau diambil," ujarnya.
Burung Beo yang hidup di kawasan hutan Kalimantan, Jawa, Bali, hingga Sumatera, itu memang sulit dicari.
Ini yang kemungkinan menyebabkan minimnya pasokan Beo ke pasar burung terbesar di Sidoarjo itu.
Masih di Pasar Larangan, Surya menemukan dua pedagang yang menjual burung Nuri Kasuari.
Burung asal Papua itu, dibanderol Rp 650 ribu per ekor. Itu pun burung sudah dalam kondisi jinak.
Seorang pedagang mengatakan, tak gampang mendapatkan burung paruh bengkok itu.
Ia punya dua ekor burung Nuri Kasuari. Yang satu, sengaja dipamerkan di luar sangkar dengan kaki dirantai. Lainnya, diletakkan di sangkar kotak.
Surya mencoba menawar burung itu Rp 400 ribu. Namun, pedagang itu enggan melepaskan burung yang masuk daftar lindung sejak 1970 itu.
Nuri Kasuari, juga dipajang di gerai pedagang lain. Di sini, burung cantik ini ditempatkan di kandang terbuka dengan kaki dirantai.
Penjual menawarkan burung ini sambil menceritakan keunggulannya.
"Kasuari ini bisa ngoceh, beda dengan Bayan yang suaranya hanya ciet-ciet-ciet," ujarnya sembari menirukan suara burung.
Nuri Kasuari, termasuk satwa berisiko rendah atau stabil perkembangbiakannya.
Oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan juga Conference International for Endangered Species of Flora and Fauna (CITES), satwa ini dimasukkan dalam daftar Apendik II yang berarti terancam punah apabila perdagangan liar terus berlanjut.
Meski begitu, pemerintah Indonesia tetap memasukkan nuri kasturi ini ke daftar satwa dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No 421/Kpts/Um/8/1970 dan dikuatkan oleh PP No 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Saat ini, populasi burung ini di habitatnya tersisa 100.000 ekor saja.