News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Fakultas Kedokteran Mahal Tetap Diburu

Fakultas Kedokteran di Indonesia Perlu Contoh Eropa

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ratusan dokter dan mahasiswa Kedokteran se-Makassar yang tergabung dalam Forum Aksi Solidaritas Dokter Makassar Menggugat (FASDMM) melakukan aksi solidaritas menolak kriminalisasi dokter di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Makassar, Selasa (26/11/2013). Mereka menolak tindakan kriminalisasi terhadap dr Dewa Ayu Sasiary Prawani SpOG, dr Hendry Simanjuntak SpOG, dan dr Hendy Siagian SpOG atas tindakan medis yang mereka lakukan terhadap pasien yang menyebabkan kematian pada April 2010 lalu di Manado. TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR

TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Biaya perkuliahan di Fakultas Kedokteran sudah dikenal mahal sejak dulu.

Sejak saya masih kuliah di FK Trisakti Jakarta pada 1974, kampus kedokteran sudah terkenal mahal. Dari dulu memang begitu (mahal).

Apalagi sekarang kampus mulai berubah menjadi lembaga yang harus mencari untung untuk bertahan.

Kampus sudah berubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU).

Perlu ada kebijakan tersendiri agar fakulitas kedokteran ini lebih mampu menjangkau semua lapisan masyarakat.

Sebenarnya, biaya untuk kuliah menjadi dokter tidak perlu semahal ini.

Label mahal yang disematkan dari dulu sampai sekarang, menunjukkan orientasi pendidikan kita.

Terus terang, dalam kondisi sekarang, sulit sekali anak tukang becak dan karyawan bisa berkuliah di fakultas kedokteran.

Bukan rahasia umum, ada saja orang tua yang menganggap ongkos yang dia keluarkan untuk anaknya berkuliah sebagai modal.

Artinya, kalau sudah modal, harus segera kembali dan bahkan untung. Hitung-hitungannya target pasien dan bisnis.

Ini tentu salah. Bukan seperti itu semangat kita berpendidikan.

Berbeda di negara-negara Eropa. Pemerintah di sana mendorong anak-anak muda untuk bersekolah dan berkuliah.

Mereka merangsang dengan memberikan layanan pendidikan murah dan gratis.

Apalagi, profesi dokter mereka butuhkan untuk menjamin kualitas kesehatan negara. Pemerintah rasanya perlu mencontoh mereka.

Saya sendiri tidak sepenuhnya menyalahkan kampus yang mematok tarif tinggi.

Kampus kedokteran memang memiliki unit cost tidak murah. Misalnya, untuk laboratorium, praktikum, peralatan medis, sampai sumber daya pengajarnya.

Jadi, di sinilah peran pemerintah mengisi ruang kosong dengan menyubsidi pendidikan agar membantu kampus-kampus melahirkan tenaga medis yang berkualitas dan berintegritas. Saat ini, pemerintah belum maksimal dalam mewujudkan kondisi itu. (idl)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini