TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Dualisme Persebaya tak hanya menyisakan rasa kecewa di kalangan suporter dan warga Surabaya pada umumnya.
Suprastowo, pengurus klub internal Indonesia Muda (IM), mengatakan, butuh energi ekstra untuk tetap bertahan.
Dia mendapatkan banyak keluhan dari anak asuhnya yang bingung hendak bermain di mana usai menimba ilmu di klub amatir.
Pria yang sudah berkecimpung di dunia pembinaan pemain muda sejak 1980-an itu memahami keluhan-keluhan itu.
”Dulu di setiap otak para pemain kami hanya ada nama Persebaya. Mereka berlatih keras pagi sore setiap hari agar berhasil menggunakan jersey hijau kebesaran Persebaya. Kini?” ujarnya.
Hendrick Peter, pemilik tiga klub internal TEO, Anak Bangsa dan Semut Hitam mengatakan, mengalami untuk meyakinkan anak didiknya tetap berlatih untuk masa depannya.
Dulu, memang Persebaya yang menjadi dambaan pemain muda di klub internal.
Saat ini, Peter tidak punya pilihan untuk mendistibusikan anak didiknya ke klub profesional lain di luar Surabaya.
Ada empat anak didik Peter yang merapat ke klub kontestan Liga Indonesia di Kalimantan.
”Saya tekankan kepada mereka tetap berlatih. Jangan tutup hatimu untuk Persebaya, tetapi jangan sia-siakan kalau ada kesempatan lain. Jadi just playing footbal dan terus latihan,” kata pria bertubuh tambun itu.
Maurits Pangkey merasakan betul proses pembinaannya hancur berantakan karena ditinggal belasan pemainnya.
Padahal, kata dia, pemain-pemain yang hengkang itu adalah andalan tim.
”Awalnya kami punya 35 pemain di tim utama. Sekarang tinggal 21 saja. Pusing kepala saya,” keluhnya.
Para pemain klub internal banyak yang hengkang ke Sidoarjo dan kota-kota lain di sekitar Surabaya.
Dia mengakui, kompetisi internal di kota satelit di sekitar Surabaya, jauh lebih baik dibandingkan Surabaya saat konflik. (ben/idl/ook)
Putar Otak Agar Pemain Muda Bisa Bertahan
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger