TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Warga Sarkem secara tegas menolak kedatangan pekerja seks komersial (PSK) dari Dolly, Surabaya, Jawa Timur.
Bahkan, sebelum hari pelaksanaan penutupan lokalisasi yang konon terbesar di Asia Tenggara itu, warga sudah menggelar rapat membahas langkah antisipasi eksodus dari Dolly.
"Warga dan mbak-mbak (PSK Sarkem) sudah sepakat tidak menerima dari Dolly," ujar Sarjono (63), Ketua RW 03, di Sosrowijayankulon Gedong Tengen, Kota Yogyakarta, Kamis (19/6/2014).
Sarjono mengungkapkan, saat ini, total ada 260 pekerja seks komersial (PSK) yang ada di Sarkem. Namun, yang tinggal di dalam hanya 90 orang saja sedangkan sisanya kontrak atau kos di luar Sarkem.
Mengantisipasi adanya imbas dari penutupan lokalisasi Dolly ke sarkem, warga bersama dengan pemilik losmen serta PSK telah dua kali mengelar rapat. Dalam rapat itu semua sepakat tidak menerima dari Dolly.
"Tanggal 4 sama sore tadi kami rapat, intinya jangan sampai ada yang baru atau menerima pindahan dari Dolly," tegasnya.
Selain kesepakatan itu, secara rutin, akan dilakukan monitoring sekaligus pendataan jumlah PSK yang ada disarkem. Sehingga jumlahnya dapat diawasi, jangan sampai ada penambahan.
"Yang sudah ya sudah, jangan bertambah. Kalau bisa malah turun jumlah mbak-mbaknya (PSKnya)," ucapnya.
Dia menuturkan, pada tahun 2005, PSK yang ada di Sarkem mencapai 500 orang. Tetapi seiring berjalannya waktu jumlahnya terus berkurang sampai saat ini 260 PSK.
"Setiap tahun jumlahnya turun. Mereka pulang dan tidak kembali lagi," pungkasnya.