Laporan Wartawan Pos Kupang, Fredy Hayong
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara hasil pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) tingkat Provinsi NTT oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTT menetapkan pasangan calon Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) memperoleh suara terbanyak dari pasangan calon Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta).
Pasangan Jokowi-JK sapu bersih suara pada di 20 kabupaten/kota dengan total perolehan suara 65,92 persen atau sebanyak 1.488.076 suara dari 2.257.476 suara sah. Sementara Prabowo-Hatta unggul di Kabupaten Kupang. Dari 21 kabupaten dan kota, Prabowo-Hatta mengumpulkan 769.391 suara atau 34,08 persen. Selisih perolehan suara kedua pasangan ini sebanyak 718.685 suara.
Rapat pleno rekapitulasi ini dilakukan di Aula KPU NTT pukul 09.30 Wita dan berakhir sekitar pukul 20.00 Wita. Rapat pleno berjalan aman dan lancar, namun sempat diskorsing karena KPU kabupaten belum ada di tempat pleno.
Rapat pleno juga sempat diskorsing karena KPU NTT menemukan perbedaan data pemilih di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Tetapi, diklarifikasi KPU Kabupaten TTS dan membuat berita acara perubahan. Skorsing lainnya dilakukan karena KPU Kabupaten Alor dan Sumba Barat Daya (SBD) belum berada di tempat.
Rapat pleno dihadiri Badan Pengawasa Pemilu (Bawaslu) NTT, unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) NTT seperti Kapolda NTT, Untung Yoga Ana dan Danrem 161 Wira Sakti Kupang, Achmad Yuliarto. Tampak puluhan aparat kepolisian mengawal ketat proses rekapitulasi ini.
Beberapa kali saksi dari pasangan Prabowo-Hatta, Nus Turwewi dan Laurens Leba Tukan mengajukan protes, namun tidak sampai menimbulkan keributan. Saksi pasangan calon ini mengatakan memiliki bukti kuat terkait dugaan pelanggaran di beberapa daerah dan berniat membawa ini hingga ke tingkat KPU Pusat.
Sementara saksi pasangan Jokowi-JK, Anton Bele dan Alex Ena, menyatakan menerima setiap kali KPU kabupaten/kota menyampaikan hasil rekapitulasi.
Ketua KPU NTT, John Depa kepada wartawan saat skorsing untuk penyelesaian administrasi dan berita acara mengatakan, secara umum proses rekapitulasi berjalan lancar dan aman.
Ia menjelaskan, hasil rekapitulasi selanjutnya dibawa ke Jakarta untuk dilakukan rekapitulasi tingkat nasional pada tanggal 21-22 Juli 2014.
John mengatakan, jika dibanding dengan penyelenggaraan pemilu legislatif pada 9 April 2014, maka pilpres lebih baik. Hanya saja, KPU NTT memberi beberapa catatan soal partisipasi pemilih yang berkurang sekitar lima persen dari pemilu legislatif dan masih banyaknya pemilih tambahan.
"Secara bersama kita mampu menggelar pleno yang dinamis. Kami mendorong kuat agar pemecahan-pemecahan masalah di dalam proses ini secara terbuka. Dari dua hal ini saja saya dapat katakan semua berjalan lancar, baik dan aman.
Kami juga terbuka dengan dinamika yang terjadi. Dari pleno ini kami mencatat bahwa ada pesan dari Bawaslu NTT yang mengatakan ada suatu perbaikan yang dilakukan oleh jajaran penyelengara. Ini berkat hasil kerja bersama KPU dengan Bawaslu dalam persoalan pengelolaan teknis data pemilih," jelas John.
Secara terpisah, Ketua Bawaslu NTT, Nelce RP Ringu mengatakan, jika dilihat data yang ada, perlu dilakukan perbaikan kualitas penyelenggaraan.
"Pileg kemarin (9 April 2014), ada 20 kabupaten harus direkomendasikan untuk tunda, tapi kali ini lebih baik," ujarnya.
Tentang beberapa temuan yang menjadi cacatan Bawaslu NTT, kata Nelce, akan ditindakalanjuti dan dibuat
rekomendasinya. Ada temuan yang dua rekomendasinya, yakni pemilu ulang dan pidana seperti di Alor karena ada suami yang mencoblos mewakili istri.
Sementara untuk pelanggaran lain di Kabupaten Flores Timur (Flotim), yakni ada pegawai negeri sipil (PNS) yang menjadi saksi pasangan calon nomor urut 2, Jokowi-JK, Nelce mengatakan, itu jelas pelanggaran pidana pemilu yang saat ini sedang ditangani Panwas Kabupaten Flotim. (roy)