TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, mengecam aksi perampasan kamera milik fotografer Harian Bhirawa, Triediana.
Aksi perampasan itu diduga dilakukan tiga oknum anggota Polrestabes Surabaya di depan kantor KPU Jatim, Rabu (6/8/2014).
Perampasan terjadi saat Iin, panggilan Triediana, meliput bentrok antara pendukung capres-cawapres Prabowo-Hatta di kantor KPU Jatim.
Bukan hanya merampas kamera Iin, oknum tersebut juga menghapus file hasil jepretan perempuan berjilbab itu.
Menurut Prasto Wardoyo, Ketua AJI Surabaya, apa yang dilakukan aparat kepolisian merupakan bentuk kekerasan terhadap jurnalis.
“Perampasan itu termasuk kekerasan fisik. Kemudian menghapus file foto, berarti aparat melakukan intimidasi kepada pekerja pers,” ujarnya, Kamis (7/8/2014).
Dia mengaku heran dengan tindakan polisi yang tidak mencerminkan profesionalitasnya.
Tindakan itu, kata dia, cermin dari mentalitas dari paradigma lama yang melawan kebebasan pers.
“Pelaku melawan kebebasan pers. Lebih jauh, ternyata masih ada saja penegak hukum yang tidak mengerti hukum,” imbuhnya.
Dalam UU Nomor 40/1999 tentang Kebebasa Pers, dijelaskan bahwa pekerja media berhak menjalankan tugasnya terbebas dari intimidasi.
Artinya, kata Prasto, pihak-pihak yang mengintimidasi dan melakukan kekerasan terhadap jurnalis sudah melanggar UU dan terancam pidana.
Perampasan dan penghapusan file foto juga merupakan upaya menghalang-halangi kerja pers. Padahal, masyarakat berhak tahu apa yang terjadi.
Dalam UU Pers, pihak yang menghalang-halangi kerja jurnalis bisa dipidana maksimal 2 tahun.
Dia menambahkan, perlindungan terhadap jurnalis memang sangat lemah.