Keberangkatan relawan ISIS ini difasilitasi sebuah tim yang menanggung biaya dan pengurusan administrasi.
Tim itu juga bertugas menjemput relawan ISIS Indonesia di Istanbul.
“Biaya keberangkatan juga sudah ada yang menanggung. Biayanya sampai 1.500 dolar AS per orang (Rp 18 juta),” beber Wawan.
Menurut Wawan, gencarnya rekrutmen relawan ISIS di Indonesia ini memicu sikap resisten dari sebagian kalangan terhadap berbagai aktivitas yang disinyalir terkait ISIS.
Mereka khawatir organisasi itu berdampak buruk terhadap masyarakat Indonesia.
“Masyarakat juga cemas kalau suatu saat mereka yang berangkat ke sana (Irak maupun Suriah) kembali ke Indonesia, mereka akan melakukan hal yang sama di Indonesia,” ucap pengajar Lemhanas tersebut.
Meski menganggap ketakutan itu wajar, Wawan mengimbau semua elemen tetap kepala dingin dan tidak terjebak ke pusaran konflik di Timur Tengah.
“ISIS itu kan terjadi di Irak dan Suriah, jadi mengapa kita mesti ikut-ikut?” sebut Wawan.
Meski begitu, kata Wawan, masyarakat juga harus mengawasi anggota keluarganya.
Apabila ada perilaku dan pemikiran aneh, ataupun apabila ada yang mengajak untuk melakukan kegiatan-kegiatan di luar kebiasaan, keluarga harus tahu.
Demikian pula masyarakat harus tahu-aktivitas di sekelilingnya.
Ia mengapresiasi Pergub Jatim nomor 51 tahun 2014 tentang Larangan Keberadaan Gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang baru diteken, merupakan satu langkah yang bisa diapresiasi dan dicontoh pemerintah daerah lain.
“Pergub itu adalah langkah antisipatif. Langkah jemput bola untuk mencegah agar pengaruh ISIS di Jawa Timur tidak sampai meledak. Bagaimanapun pencegahan sejak dini lebih penting dilakukan daripada mengatasi ketika sudah terjadi gejolak,” pungkas Wawan. (ben)