TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Selama empat tahun perang di Suriah, Salim menurut kakaknya pernah tiga kali kembali ke tanah air.
Biasanya Salim menghabiskan waktu antara satu hingga dua bulan menikmati udara kampung halaman.
Kedatangannya juga banyak dimanfaatkan untuk bertemu atau menemui jemaah.
“Begitu kembali ke Suriah, dia selalu membawa pengikut,” tutur sang kakak.
Mereka inilah yang kemudian menjadi pasukan ISIS untuk melawan tentara pemerintah Irak dan Syiria, yang mereka sebut thoghut.
Sekali berangkat, Salim bisa mengajak 15 sampai 25 orang. Kebanyakan berusia muda.
Salim pula yang menjamin semua kebutuhan akomodasi keberangkatan para rekrutannya. Biaya yang dikeluarkan untuk satu orang sekitar Rp 20 juta.
Sosok Salim selama ini jauh dari sorotan.
Sumber Surya(Tribunnews.com Network) mengatakan Salim selalu berhasil mengirim orang ke Suriah tanpa banyak kendala.
Tidak ada catatan pasti, berapa WNI yang telah berangkat bersama atau menyusul Salim ke Suriah.
Menurutnya, sudah tidak terhitung berapa WNI yang berhasil diselundupkan Salim ke negeri konflik itu.
”Pernah dia bawa 20 orang kemudian mati semua karena perang,” ujarnya.
Tidak jelas dari mana dia mendapatkan dana.
Rata-rata, pemuda rekrutan Salim berasal dari Surabaya, Malang, dan Pasuruan.
Di Malang, Salim tinggal bergantian di rumah kedua istrinya. Di kota dingin itu, dia membuka bisnis madu dan pengobatan bekam.
Secara ekonomi, tidak mungkin Salim yang membiayai keberangkatan para rekrutannya.
Sistem rekrutmennya pun konvensonal, yakni dari pengajian satu ke pengajian yang lain.
Tentu saja pengajian ini digelar sangat eksklusif dan tertutup. Tidak semua orang bisa mengikuti pengajian tersebut.
Isi dari pengajian ini lebih banyak diskusi tentang Daulah Islamiyah dan konflik di Timur Tengah. (idl/ben/day/ufi)