TRIBUNNEWS.COM,LAMONGAN - Keinginan Wildan berangkat ke Mesir muncul sejak masih di MTs Al-Islam. Ketika itu ia meminta pindah sekolah ke Al-Azhar Mesir.
Permintaan itu langsung ditolak keluarga besarnya. Ada banyak pertimbangan yang membuat keluarga tidak mengiyakan permintaan itu.
Selain biaya, ayah Wildan saat itu sakit keras dan ingin semua anak-anaknya tetap berkumpul di rumah.
Sebelum meninggal, H Amin sempat meminta agar anaknya mengurungkan niat.
“Tetapi dari sekian banyak alasan, tidak satupun yang berhubungan dengan jihad apalagi ISIS. Wildan berangkat ke Mesir menyusul kakak perempuannya untuk menimba ilmu,” kata pria protolan Ponpes Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jateng di tahun pertama.
Pada awal-awal keberadaannya di Mesir, Wildan sering memposting tempat-tempat yang disinggahinya di negeri Piramida itu.
Ia membuat Facebook dengan nama Ibnu Amin As Sahmy.
Wildan pernah mengunggah Pantai Alexandria dan jalanan di Kota Kairo. Dia mengomentari postingan itu dengan memuja kebesaran Allah.
Tidak ada yang aneh dalam status Facebook itu. Tidak ada staupun status Facebook yang berisi ajakan untuk berjihad ke Suriah dan Iraq.
Wildan juga tidak pernah mengungkapkan aktivitasnya di ISIS di dalam akunnya.
Selama Wildan memanggul senjata AK-47 (senapan serbu yang biasa dipakai milisi ISIS), komunikasi dengan keluarga dilakukan searah.
Hanya Wildan yang bisa menghubungi keluarga. Sampai akhirnya, keluarga mendapatkan kabar dari teman sekolah Wildan bahwa Wildan tewas dalam sebuah insiden bom bunuh diri.
“Di kalangan ikhwan, apa yang dilakukan adik saya termasuk amaliah istisyhadiyah. Tetapi kami tidak ingin menyimpulkan dia sahid atau tidak. Itu urusan Allah. Kami meyakini Wildan meninggal dengan baik karena tujuan yang mulia,” ujar lelaki yang bekerja sebagai kontraktor itu.
Dari informasi yang didapat keluarga, Wildan termasuk tentara ISIS yang disegani.