Meskipun usianya masih belia (bergabung dengan ISIS di usia 17 tahun), Wildan berhasil mengajak sekitar 20-an teman sekolahnya di Mesir untuk ikut bertempur.
Diakui In’am, Wildan memiliki tingkat keilmuan yang melebihi anak-anak sebayanya.
Ilmu itu kemudian dilengkapi Wildan dengan kemampuan bertempur. Inilah yang membuat Wildan disegani.
Hanya saja, In’am tidak mengetahui di kota-kota mana saja adiknya pernah bertempur.
Kabar tewasnya Wildan baru tersiar pada 10 Februari 2014 atau beberapa hari setelah kematiannya. Kabar itu secara berantai sampai juga di keluarga.
Begitu mendengar kabar kematian sang adik, In’am langsung menghubungi Ali Fauzi, mantan anggota Jamaah Islamiyah yang juga teman kecilnya.
Adik dari terpidana mati Bom Bali, Amrozi dan Mukhlas itu kemudian melacak informasi itu ke jaringan para mujahid.
“Ternyata kabar itu benar. Wildan memang tewas di Iraq setelah satu tahun menghilang dari sekolahnya di Mesir,” ujar Ali yang pernah menjadi guru Wildan selama menempuh pendidikan di Ponpes Al Islam. (idl/be)