TRIBUNNEWS.COM,UNGARAN - Warga di sekitar Bandungan, Kabupaten Semarang tengah, Jawa Tengah kini gundah gulana.
Mereka mencemaskan makin banyaknya pekerja seks komersial (PSK) dan pemandu karaoke (PK) di sana.
Baru-baru ini bahkan tersiar kabar ada puluhan PSK baru yang datang naik dua bus memasuki Bandungan.
Mereka diduga eksodus dari lokalisasi Dolly, Surabaya yang telah resmi ditutup.
Belakangan Pemkab Semarang membantah puluhan PSK itu pendatang baru, menyebut mereka adalah penghuni lama yang kembali ke Bandungan setelah libur Lebaran.
Warga sedikit lega. Namun, mereka masih cemas karena fakta di lapangan menunjukkan para PSK Bandungan memang semakin banyak.
Pemkab membenarkan jumlah PSK dan PK --yang banyak nyambi sebagai PSK-- bertambah setiap tahun, namun jumlahnya dianggap masih dalam tahap wajar.
Kecemasan warga bukan tanpa alasan. Menurut data dinas kesehatan setempat, ada tiga PSK Bandungan kini positif mengidap HIV/AIDS. Yang membuat mereka makin masygul ada satu ibu rumah tangga --sehari-hari bukan berprofesi sebagai PSK-- juga positif HIV/AIDS.
Kekhawatiran warga pun makin membuncah. Ini adalah pertanda buruk. Penyakit mematikan itu tidak hanya menyerang PSK yang memang rentan, melainkan juga menyerang wanita baik-baik.
Si ibu rumah tangga bisa jadi tertular oleh suami yang suka 'jajan' atau sebab lain, yang jelas kenyataan ini membuat warga Bandungan waspada. Jangan sampai makin banyak warga tertular HIV/AIDS.
Pemkab Semarang mempunyai tugas berat untuk melindungi warganya dari bahaya ini. Pemkab harus bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM), mengawasi keberadaan PSK di Bandungan.
Seperti diketahui, warga binaan PSK di Bandungan, karena sudah bertahun-tahun menetap di sana, telah membaur dengan warga sekitar.
Interaksi warga lokal dengan PSK pendatang terjalin tanpa sekat. Maka inilah bahaya yang perlu dicermati.
PSK yang rentan terhadap penularan penyakit seksual akan menjadi monster menakutkan kalau keberadaan mereka tidak terpantau secara rutin.
Pemeriksaan kesehatan rutin memang sudah dilakukan, namun ini bukan jaminan keamanan. Bisa jadi ada PSK bandel yang tidak hirau terhadap kondisi kesehatan mereka.
Pemkab perlu membuat kebijakan baru membina para PSK di Bandungan. Penegakan aturan untuk membatasi jumlah PSK dan melarang kehadiran PSK baru harus berjalan.
Kalau perlu melokalisir para PSK dengan melarang mereka tinggal di perkampungan penduduk, layaknya aturan dalam sebuah lokalisasi.
Jika tidak ada kebijakan baru soal pengaturan PSK di Bandungan, sangat mungkin Pemkab Semarang di masa mendatang akan kewalahan mengendalikan mereka. Bila ini terjadi akan sangat merugikan pemkab dan warga sekitar.
Bandungan yang awalnya didesain sebagai lokasi wisata keluarga dan untuk menggelar pertemuan, insentif, konvensi, serta pameran (MICE) akan berlaih fungsi menjadi wisata tidak sehat. Saat ini saja tanda-tanda menurunnya pengunjung Bandungan mulai tampak.
Informasi yang berkembang, sejumlah penyelenggara MICE mulai mengalihkan kegiatan mereka ke Salatiga yang mempunyai tipikal daerah mirip Bandungan.
Selain karena Bandungan dinilai sudah padat, penyelenggara MICE mulai resah dengan stigma Bandungan sebagai lokasi wisataesek-esek.
Pemkab Semarang masih punya banyak kesempatan untuk memulihkan citra Bandungan sebagai wisata keluarga dengan menegakkan aturan bagi para pegiat hiburan di sana.
Pemerintah harus melarang hadirinya para PSK liar dan melakukan pengawasan terhadap para PSK yang sudah telanjur menetap di sana