TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Ijonk Abraham menuturkan, sejak 2013, banyak EO kelimpungan.
Maklum selama ini, pabrikan rokok itulah yang menjadi sponsor hampir semua pertunjukan musik di Tanah Air, termasuk di Jatim.
Sejak berlakunya ketentuan baru itu, secara bertahap klien dari pabrikan rokok mengurangi kegiatan promosi dengan dalih adanya pembatasan.
“Kami di komunitas EO sudah ramai menggunjingkan isu pembatasan itu. Namun, dampak paling menyakitkan terjadi pada 2013 dan 2014 di mana kami sudah tidak memiliki klien lagi. Mereka enggan berpromosi karena aturan yang njelimet,” katanya.
Keengganan itu bukan karena perusahaan rokok ini tidak punya uang.
Menurut Ijonk, mereka kebanyakan mengalihkan strategi promosi mereka.
”Siapa yang mau bayar mahal untuk promosi tetapi ada aturan yang membuat merek yang hendak mereka promosikan tidak bisa diketahui masyarakat?” imbuhnya.
Omzet perusahaan milik Ijonk pun turun hingga 75 persen. Simetri yang dipercaya perusahaan rokok besar di tanah air ini nyaris kolaps.
Dia menyayangkan aturan ini karena berdampak pada matinya kreativitas anak muda di Jawa Timur, khususnya Surabaya.
Pasalnya, tidak ada perusahaan lain yang mau mengucurkan dananya untuk ajang kreativitas, misalnya musik dan event lainnya.
”Siapa yang mau menjadi sponsor konser musik dengan budget besar? Selama ini, para pemuda kreatif, contohnya musisi, bergantung pada event yang disponsori perusahaan rokok. Aturan ini membuat ajang-ajang itu tidak akan pernah ada lagi,” sesalnya.
Sebelum berlakunya aturan pembatasan ini, Simetri dalam satu tahun bisa menjalin kerja sama dengan satu perusahaan rokok raksasa.
Besaran kontrak itu bisa mencapai Rp 8 miliar. Dalam satu bulan, rata-rata Simetri menggelar 10-15 event promosi dari skala kecil, sedang sampai besar.
Event yang digelar itu meliputi, promosi dari pasar ke pasar, promosi dengan jasa seles promotion girl (SPG), olah raga, balap, acara musik tingkat kota sampai yang skala nasional. Kini acara-acara itu mati suri.